Lpmarena.com – Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) adakan aksi solidaritas mengangkat permasalahan relasi kuasa dosen-mahasiswa yang bermasalah pada Senin (04/12) di taman FUPI. Raychan Shidiq, koordinator aksi mempermasalahkan 3 bentuk relasi kuasa yaitu arogansi kepada mahasiswa-mahasiswi saat pembelajaran di kelas, tatapan seksis kepada perempuan, kurangnya etika baik dalam proses pembelajaran.
Raychan menuturkan aksi solidaritas berawal dari keresahan mahasiswa FUPI angkatan 2023 yang tidak merasa mendapat fasilitas ruang belajar yang aman.
“Ada dosen yang melanggar etika dan moralitas sebagai pendidik. Bagaimana mungkin seseorang bisa fokus dalam belajar saat menghadapi pelecehan di lingkungan akademik,” ujar Raychan saat berorasi di taman FUPI.
Gerakan ini, lanjut Raychan dalam orasinya, untuk mendorong institusi mengambil keputusan tegas bagi dosen yang melanggar batasan etik.
Shofiyullah Muzammil, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama FUPI menanggapi kasus yang dibawa oleh gerakan untuk diselesaikan secara prosedural melalui Rumah Gender dan Pusat Layanan Terpadu UIN.
“Ini yang terakhir. Bagus kesadarannya saya apresiasi. Selanjutnya biar dilindungi dulu korbannya, biar tidak mencuat. Kerja itu kerja silent, karena kita sudah punya PLT dan Rumah Gender,” kata Shofiyullah pada saat dialog terbuka.
Saat diwawancarai ARENA, Shofiyullah akan mengambil tindakan sesuai prosedur jika kasus ini dapat diverifikasi.
“Pastinya kasus itu juga diperhitungkan, misal itu menjadi benar terjadi sangat disayangkan. Untuk pihak dosen ditindak sesuai prosedur,” papar Shofiyullah.
Raychan menjelaskan aksi solidaritas FUPI sengaja membuka ruang dialog terbuka antara birokrat fakultas dengan mahasiswa. Dialog terbuka dihadiri Shofiyullah Muzammil selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama FUPI serta Nur Afni selaku perwakilan dari Rumah Gender FUPI. Namun, saat dialog terbuka belum menemukan kejelasan atas permasalahan yang diangkat.
“Kami belum menemukan titik terang yang sesuai kami harapkan. Sebenarnya yang kami harapkan mampu menampung sedikit banyaknya keresahan yang serupa dan menjadi satu momentum untuk seluruh stakeholder kampus dan mahasiswa bergerak bersama menciptakan ruang aman dan nyaman untuk seluruh mahasiswa,” papar Raychan pada ARENA.
Raychan menyampaikan bahwa penanganan secara prosedural pasti akan dilakukan. Namun, aksi solidaritas dan ruang dialog terbuka yang diadakan juga penting. Tujuannya untuk menyadarkan mahasiswa bahwa ancaman pelecehan, relasi kuasa dosen-mahasiswa dan sebagainya itu nyata.
“Sebenarnya gerakan kolektif yang kami lakukan adalah tanda, sebuah pesan khusus. Bahwa problematika yang ada di sekeliling kita itu memang nyata dan benar adanya. Jika lembaga-lembaga atau organ yang ada di dalam kampus kurang mewadahi sesuai fungsional, maka mari bersolidaritas!,” pungkas Raychan.
Reporter Syafiq Rahman (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra