Home BERITA Kurikulum Pendidikan di Indonesia Tidak Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat

Kurikulum Pendidikan di Indonesia Tidak Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com Kurikulum Pendidikan di Indonesia masih membelenggu para peserta didik untuk meraih kebebasan dalam berpikir, papar Okky Madasari,  selaku novelis dan akademisi pada diskusi “From Noise to Voice: Merdeka Intelektual Adalah Hak Segala Bangsa“. Diskusi ini diadakan oleh Dema Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga pada Sabtu (9/12) di Convention Hall.

“Pendidikan yang bisa secara kritis melihat bahwa sekolah itu tidak hanya berfungsi untuk mengajarkan sesuatu, tapi juga bisa menumbuhkan pikiran kritis yang nantinya akan membangun dan membawa anak didiknya sebagai agen perubahan pada masyarakat,” ungkap Okky.

Okky mengkritisi pendidikan di Indonesia belum bisa mengaplikasikan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan para peserta didik. Hal tersebut bisa dilihat dengan masih adanya penyeragaman sistem pendidikan, terlepas dari kondisi lingkungan sosial para peserta didik di masing-masing daerah.

”Kalau kita menarik garis dari kurikulum pendidikan di Indonesia, terdapat problem besar berupa adanya gap antara apa yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan untuk mencetak generasi yang kritis,” ujar Okky.

Okky menceritakan saat ia berkunjung ke Wakatobi, Sulawesi Tenggara, anak-anak di sana merasa malas untuk datang ke sekolah. Alasannya karena pendidikan yang ada di sekolah tidak ada relevansinya dengan kehidupan sehari-hari mereka sebagai seorang pelaut. Bagi mereka lebih penting untuk menangkap ikan daripada duduk di bangku sekolah dari 07.00 -12.00 siang.

“Ketika anak saya menghabiskan lebih banyak waktu di laut, dan lebih penting untuk menangkap ikan, kenapa saya harus dipaksa untuk duduk di bangku sekolah dari jam 7 sampai jam 12 siang? Dari sini terlihat jadwal sekolah saja sudah tidak memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat,” papar Okky.

Sama halnya dengan Guru Gembul, Konten Kreator Pendidikan, yang mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia. Seharusnya anak-anak yang berada di dekat pantai diajarkan cara menyelam, menangkap ikan, mitigasi tsunami dan gempa bumi. Begitu pula mereka yang tinggal di pegunungan, diajarkan jenis ular berbisa, tanaman yang dapat dimakan dan sebagainya.

 “Di aceh pada tahun 2004 ada gempa bumi dan tsunami menyebabkan kematian hampir 200 ribu orang. Seandainya pendidikan waktu itu mengarahkan anak anak untuk mitigasi tsunami maka kemungkinan besar kematian yang terjadi di sana hanya 10 ribu orang,” jelas Guru Gembul.

Adanya kurikulum pendidikan, lanjut Guru Gembul, justru menghegemoni peserta didik, entah siswa bahkan mahasiswa. Hegemoni itu bergantung pada pemimpinnya. Jika pemimpin sadar akan kebutuhan masyarakat, seharusnya kurikulum sudah direlevansikan dengan realitas di masyarakat itu sendiri.

“Maka, dari sekarang jangan tergantung pada lembaga pendidikan yang menyuguhkan kepada kita kurikulum. Di manapun kalian berada, merdekalah dengan menciptakan kurikulum sendiri untuk diri sendiri!” pungkas Guru Gembul

Reporter Siti Hajar Fauziah (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra | Fotografer Tim Media talkshow From Noise to Voice