Home BERITA Tadarus Puisi XXIV: Uzlah dan Refleksi Genosida Palestina

Tadarus Puisi XXIV: Uzlah dan Refleksi Genosida Palestina

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com – Pada Sabtu (23/03) malam, Teater Eska menyelenggarakan pentas Tadarus Puisi ke-XXIV di gelanggang Teater Eska UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pentas kali ini berjudul Uzlah, diadaptasi dari puisi “Seperti Rajah Tangan dalam Ode Penyair Arab Kuno” karya Mahmoud Darwish, seorang penyair dari Palestina.

Uzlah mengisahkan tentang pengasingan diri, di mana seseorang berhadapan dengan dirinya sendiri untuk mencapai kesadaran diri yang lebih dalam—sebuah perjalanan menuju pemahaman lebih dalam tentang diri dan kehidupan.

Khuluqul Karim, penyusun teks, menjelaskan bahwa tema Uzlah mencoba mengingatkan orang-orang yang sibuk dengan kehidupan dunia penuh kegemparan, agar mereka ingat kembali akan keberadaan Tuhan. Menurutnya, Uzlah juga merupakan tawaran alternatif untuk menyikapi segala konflik yang terjadi di mana pun. Meskipun awalnya membicarakan genosida yang terjadi di Palestina, pentas ini adalah upaya untuk membangkitkan semangat perjuangan dengan konteks tempat yang lebih luas. 

“Kita mencoba menunjukan bahwa islam ada tauhid sosialnya, serta menjelaskan bahwa islam tidak melulu hanya bergolak pada dimensi trasendennya,” ungkapnya pada ARENA (23/03). “Puisi ini untuk merespon genosida yang terjadi di Palestina salah satunya. Tapi kita mengambil sisi lainnya. Di puisi ini kita mencoba menguatkan di sisi identitas kita sebagai umat Islam.”

Rasa simpatik pada Palestina ini pula yang ditangkap Dendi Yusuf, penonton dari Sanggar Satria Universitas Muhammadiyah Surabaya. Menurut Dendi, pementasan Uzlah ini mengajak penonton untuk merefleksikan diri dan merasakan secara langsung penderitaan yang terjadi di Palestina. Terlihat dari penataan panggung, pentas menampakan masjid yang hancur akibat agresi militer israel, dan para aktor yang memakai kostum yang menggambarkan orang yang sedang diperangi. 

Lebih lanjut, Dendi menyampaikan bahwa pertunjukan ini mampu menggaet penonton untuk melihat dan merefleksikan diri terhadap apa yang sedang terjadi. Melalui teater, penonton diingatkan akan berbagai penderitaan yang dialami, mengundang mereka untuk introspeksi.

Pentas ini juga berhasil mempertahankan perhatian penonton, sehingga mereka tidak berpaling dari pertunjukan dan terus fokus pada apa yang disajikan di atas panggung.

“Pentas kali ini berhasil membuat kita untuk tidak beralih menatap panggung itu sendiri, mereka berhasil membuat penonton penasaran akan penampilan mereka itu sehingga penonton terus fokus menonton pertunjukan yang disuguhkan,” jelas Dendi saat diwawancarai ARENA (23/03).

Dendi juga mengatakan pengalaman dan tontonan yang disuguhkan Teater Eska kali ini membuatnya cukup puas. Mulai dari estetika penataan panggung yang sesuai dengan tema puisi, sampai penjiwaan aktor yang menurutnya sangat sesuai.

Lebih lanjut, Khuluq menjelaskan bahwa Tadarus Puisi kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pentas Tadarus Puisi tahun ini lebih menekankan dramatisasi puisi daripada sekadar pembacaan puisi. Artinya, lebih banyak menampilkan dramanya daripada sekadar membaca puisi seperti yang biasa terjadi dalam tadarus puisi tahun-tahun sebelumnya.

Lathifa Jasmine sebagai pimpinan produksi menjelaskan bahwa penonton yang hadir mencapai hampir 400 penonton, sesuai dengan target panitia. Para penonton tersebut tidak hanya dari Jogja.

“Dilihat dari gelanggang tadi lumayan penuh, kalau dari target kita sendiri kemarin itu 400 yang hadir termasuk tamu undangan. Kalau jumlah pastinya saya juga belum ngedata tapi kalau ditaksir mungkin 400 kurang dikit,” tutur Jasmine pada ARENA (23/03).

Reporter Rizki Muhammad Fauzan | Redaktur Mas Ahmad Zamzama N. | Fotografer Khirza Zubadil