Home BERITA Peringatan 26 Tahun Reformasi: Museumkan Cita-cita Reformasi dan Tolak RUU Penyiaran

Peringatan 26 Tahun Reformasi: Museumkan Cita-cita Reformasi dan Tolak RUU Penyiaran

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com—Memperingati 26 tahun peristiwa reformasi, sejumlah massa menggelar aksi dengan tajuk “Kenduri Hancurnya Reformasi dan Bencana Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran” pada Selasa (21/05), di depan museum pusat TNI-AD Dharma Wiratama. Mereka tergabung dalam koalisi Forum Cik Di Tiro, Sejagad, serta Forum Penyelamat Media dan Demokrasi.

Museum TNI-AD Dharma Wiratama sendiri dipilih karena ia merupakan simbol kekuatan dan kekuasaan Orde Baru. “Kami ingin menyerahkan secara simbolis tentang perlunya kita untuk menyimpan cita-cita reformasi untuk dimuseumkan, karena sampai saat ini cita-cita reformasi belum terwujud,” kata Januardi Husein, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, sewaktu orasi.

Masduki, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), mengatakan aksi ini digelar sebagai bentuk simbolis kritik atas hilang dan matinya cita-cita reformasi yang telah dicanangkan pada 1998, terutama sejak 10 tahun di bawah kepemimpinan presiden Joko Widodo. 

Padahal menurutnya, reformasi yang digagas itu mendambakan sebuah negara yang demokratis, humanis dan menjadikan lembaga pers sebagai pilar keempat demokrasi yang independen. Namun hal-hal tersebut tidak ditemui di masa sekarang.

“…hari ini dia (reformasi, Red.) telah mati, secara nyawanya itu gak ada. Jiwanya gak ada, siapa yang peduli sekarang kecuali teman-teman, masyarakat sipil dan teman-teman pers? Jadi ya sudah dimuseumkan saja,” ungkapnya kepada ARENA.

Selain itu, Januardi menyebutkan banyaknya peraturan serta regulasi yang dibuat oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang merugikan masyarakat sipil, termasuk yang terbaru adalah RUU Penyiaran. Hal itu merupakan upaya negara untuk dapat mengontrol lembaga-lembaga independen.

Dalam RUU tersebut terdapat beberapa pasal yang dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, seperti larangan menayangkan jurnalisme investigasi. Selain itu, revisi UU penyiaran juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Dewan Pers yang selama ini menangani kasus sengketa jurnalistik.

“Kita dibuat heboh dengan rancangan UU penyiaran. Yang jelas-jelas apabila Rancangan UU tersebut disahkan akan mengancam kebebasan berekspresi, mengancam kebebasan pers dan mengancam demokrasi. Oleh sebab itu mari kita suarakan bersama, kita dengan tegas menolak Rancangan UU penyiaran” ungkap Januardi.

Lebih lanjut, Masduki juga mengatakan masyarakat sipil mesti menunjukan ketidaksetujuan dengan membuat deklarasi, orasi dan aksi terbuka di ruang publik untuk merespon praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dipertontonkan oleh pemerintah. 

Ia berharap dengan adanya aksi ini, ada pesan moral yang sampai kepada pemerintah bahwa banyak masyarakat yang merasa kecewa atas sikap pemerintah yang mestinya memikirkan kepentingan rakyat. 

“Tiba-tiba ada kepala negara yang seharusnya memikirkan bangsa ini tapi justru memikirkan anaknya. Kembali ke zaman kerajaan, iya to? Itu artinya satu pembangkangan terhadap konstitusi, apapun alasannya,” pungkasnya.

Aksi ini diawali dengan diskusi di Auditorium Universitas Islam Indonesia Cik Di Tiro. Lalu dilanjut long march menuju Museum TNI dengan membawa 26 nasi kenduri sebagai simbol usia reformasi, dan menaburkan bunga sebagai tanda matinya reformasi, diakhiri dengan berdoa yang dipimpin oleh Masduki.

Reporter Ridwan Maulana | Redaktur Mas Ahmad Zamzama