Lpmarena.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta bersama berbagai elemen masyarakat menggelar aksi di titik 0 Kilometer, pada Jumat (16/08). Massa aksi mendesak kepolisian beserta para pejabat berwenang untuk segera mengusut tuntas pelaku pembunuhan wartawan harian Bernas, Fuad Muhammad Syafrudin yang dilakukan pada tahun 1996 silam.
Januardi Husin, selaku ketua AJI Yogyakarta menyatakan sampai hari ini pelaku serta dalang di balik kasus pembunuhan Udin belum menemukan titik terang. Ia berharap pihak kepolisian segera mengusut tuntas kasus kematian Udin tersebut.
“Kita tunggu kepolisian untuk mengungkap kasus pembunuhan mas Udin, tetapi sampai hari ini juga belum terungkap kasus wartawan harian Bernas Mas Udin,” seru Januardi.
Sebelumnya, AJI bersama Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU), melakukan diskusi terkait kebebasan pers di Indonesia, pada Selasa (13/08) di pendopo LKIS. Tri Wahyu, perwakilan Pegiat Koalisi untuk Udin menceritakan, bahwa sebelum kematiannya, Udin kerap menulis berita yang mengkritisi kebijakan Bupati Bantul 1991-1998, Sri Roso Sudarmo.
Menurutnya, saat itu Udin sedang menuliskan berita perihal surat yang berkenaan dengan janji Sri Roso yang menyuap sejumlah uang satu miliar ke yayasan Dharmais yang memiliki kaitan erat dengan Presiden Soeharto. Uang tersebut sebagai bentuk imbalan setelah ia kembali terpilih menjadi Bupati Bantul periode 1996-2001.
“Udin memberitakan ada surat kaleng itu ya. Tidak tahu siapa yang tulis. Itu dikirim ke DPRD Bantul. Yang di situ ada janji Sri Roso Sudarmo untuk menyumbang ke satu yayasan Dharmais, sebesar satu miliar, tentu jangan dibayangkan nilai sebesar ini. Kemudian yayasan itu juga ada hubungannya dengan Soeharto,” jelas Tri.
Senada dengan itu Januardi menyatakan, wartawan Udin dibunuh karena berita yang ia tulis. Sebab sebelum kematiannya, wartawan Udin sering mengkritik kebijakan-kebijakan pada masa orde baru yang saat itu erat kaitannya dengan nepotisme.
“Sebelum meninggal, mas Udin sering menulis dan mengkritisi kebijakan orde baru dan militer, terutama Bupati Bantul saat itu, Kolonel Sri Roso Sudarmo, yang merupakan keluarga dari kerabat Cendana,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan, pengungkapan kasus kematian wartawan Udin oleh kepolisian pada saat itu telah diskenario agar dugaan tentang kematiannya karena menulis berita yang berkaitan dengan Sri Roso itu salah. Wartawan Udin malah dituduh melakukan perselingkuhan dengan perempuan yang bernama Tri Sumaryani.
“Seorang perempuan bernama Tri Sumaryani mengaku ditawari sejumlah uang sebagai imbalan untuk membuat pengakuan bahwa mas Udin melakukan hubungan gelap, kemudian Udin dibunuh oleh suaminya,” ujar Januardi.
Selain orasi, aksi tersebut ditutup dengan mengheningkan cipta untuk menghormati dan mengenang sosok Udin. Dilanjut dengan memukul kentongan sebagai simbol bahwa massa aksi tidak akan diam atas kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan harapan tidak ada lagi impunitas pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
“Mari kita mengheningkan cipta satu menit untuk menghormati mas Udin dan semua korban-korban kekerasan terhadap Jurnalis di Indonesia,” pungkas Januardi.
Reporter Bachtiar Yusuf | Redaktur Ridwan Maulana