Home BERITA Partisipasi Petani Muda Indonesia Kian Turun,  SP Kinasih Gelar Diskusi Regenerasi Petani di Tengah Krisis Iklim

Partisipasi Petani Muda Indonesia Kian Turun,  SP Kinasih Gelar Diskusi Regenerasi Petani di Tengah Krisis Iklim

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com– Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih Yogyakarta bersama kelompok tani perempuan Karya Lestari Mandiri (KARISMA) menggelar kelas diskusi bertema “Regenerasi Petani Muda di Tengah Krisis Iklim”. Diskusi ini bertempat di Bale Klebung, Kalibawang, Kulon Progo pada Minggu (15/09).

Deni, pemateri pada kelas ini, menyoroti permasalahan regenerasi petani Indonesia yang sedang mengalami titik kritis. Merujuk pada hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 tahap 1 oleh Badan Pusat Stastistik (BPS) menunjukan jumlah 42,39 persen dari petani Indonesia berusia 43-58 tahun, 27,61 persen pada petani usia 59-77 tahun. Sedangkan bagi petani dengan usia 27-42 tahun hanya 25,61 persen. Kondisi ini menggambarkan minimnya partisipasi pemuda Indonesia dalam dunia pertanian.

“Sistem pertanian tidak menguntungkan bagi anak muda. Pemerintah memang mendukung, tapi tidak memberikan solusi,” ungkap Deni.

Bagi Deni, kurangnya kehadiran pemerintah dalam memahami permasalahan petani menjadi sebab minimnya minat pemuda untuk masuk dalam dunia profesi pertanian.

Deni menjelaskan terdapat tiga faktor utama yang menghambat kesejahteraan petani. Pertama adalah pada minimnya penguasaan lahan petani sehingga melahirkan petani-petani mikro. Kemudian pada tingginya biaya produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida. Terakhir pada tata kelola penjualan hasil tani, petani dihadapkan oleh ketergantungan pinjaman modal kepada tengkulak yang kemudian memaksa pada jual hasil yang murah.

“Kalau pemerintah serius meregenerasi petani, harus diputus jalur-jalur tengkulak,” tegas Deni.

Deni menilai, situasi tersebut lah yang memaksa masyarakat mengalihfungsikan lahan pertaniannya. Pilihan membangun kafe atau kos-kosan akan menjadi opsi yang lebih menguntungkan. Hal seperti ini yang akan memperbesar resiko atas ketahanan pangan nasional.

“Itu bukan solusi. Jika kita menanam beton di lahan kita sendiri sama saja seperti kita menanam bom waktu di tubuh kita sendiri,” ungkap Deni.

Bagi Deni regenerasi petani hari ini penting untuk dilakukan. Alasannya karena alam hari ini sedang dalam keadaan yang sakit-sakitan. Maka, perlu ada petani muda untuk merawat kembali alam yang telah dirusak oleh kapitalisme. Buktinya yaitu hasil pertanian yang sedikit akibat dari rusaknya iklim dan ketergantungan pertanian karena produk kimia.

Sana Ullaili, Ketua Komunitas SP Kinasih, mengkhawatirkan pada masalah yang sama. Ia menyebutkan, saat ini penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan berdampak pada kenaikan emisi gas rumah kaca sehingga memperparah situasi krisis iklim dunia.

Dengan mengusung materi “Regenerasi Petani Muda di tengah Krisis Iklim” Sana berharap mampu memberikan memori yang membekas pada ingatan generasi muda. Sebab kehidupan yang sehat tidak bisa dilepaskan dari pangan yang sehat. 

“Paling tidak, kalau pun sampai detik ini tidak ada cita-cita menjadi petani, minimal temen-temen muda itu punya ingatan bahwa hidup kita itu tidak bisa dilepaskan dari para petani,” pungkas Sana.

Kelas Regenerasi Petani Muda merupakan salah satu kelas diskusi dari serangkaian kegiatan Festival Perempuan Istimewa (FPI) yang ini dimulai pada Sabtu (14/09) hingga Rabu (18/09). Tema yang diusung tahun ini adalah “Mendukung Perempuan Petani Penyelamat Iklim” yang bertujuan untuk membangun dan menyebarluaskan teori dan praktik pertanian dengan menggunakan cara-cara organik.

Reporter Wilda Khairunnisa | Redaktur Ghulam Ribath | Fotografer Tim Dokumentasi SP Kinasih