Home BERITA Pentas Produksi XXXVI Teater Eska: Soroti Permasalahan yang Dialami Gen Z

Pentas Produksi XXXVI Teater Eska: Soroti Permasalahan yang Dialami Gen Z

by lpm_arena
adegan dalam pementasan ESka
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com– Teater Eska menggelar pertunjukan bertajuk “ENIGMA: Interval yang Ganjil” pada Kamis (03/10) di  Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Khuluqul Karim, asisten sutradara pertunjukan, menjelaskan pentas kali ini berangkat dari kecemasan yang  yang kerap dialami oleh Generasi Z (Gen Z).

Bagi Khuluq Gen Z acap kali disebut sebagai generasi yang rapuh dan rentan. Padahal dibalik itu ada kompleksitas persoalan yang dihadapi generasi yang lahir di tahun 1997 hingga 2012 berasal dari internal dan eksternal mereka. 

“Kerapuhan Gen Z juga turut dibentuk oleh persoalan-persoalan yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. Kekacauan dunia dibuat oleh generasi sebelumnya dan Gen Z dipaksa menerima itu,” papar Khuluq ketika diwawancarai ARENA melalui pesan WhatsApp (06/10).

Maka, melalui pentas ini Teater Eska mencoba membongkar segala permasalahan yang tengah dihadapi oleh Gen Z. Dalam salah satu babak yang ditampilkan yaitu pengaruh teknologi yang membuat Gen Z banjir informasi. 

Melansir data dari hasil survey yang dilakukan oleh Deloitte tahun 2023, bahwa Generasi Z memiliki kekhawatiran utama terkait biaya hidup (53%). Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan pengangguran (22%), perubahan iklim (21%), kesehatan mental (19%), dan keamanan pribadi (17%).

Senada dengan itu, Bernando J. Sujibto, selaku pembina Teater Eska, menerangkan semua adegan yang ditampilkan dalam pementasan tersebut merupakan rutinitas nyata yang dialami manusia. Ia merinci seperti kecemasan, ketakutan, serta pertanyaan-pertanyaan mengenai eksistensi hidup.

Ia juga menyoroti hal yang menarik dari pementasan ini adalah mengenai permasalahan Gen Z yaitu pencarian jati diri. Ia berharap kepada penonton terlebih kepada anak muda untuk mengetahui kemampuan dan keinginan dirinya. 

“Setidaknya anak-anak muda ini punya kemampuan untuk setidaknya tahu kamu di mana? Di luar apa di dalam? Mau ke pintu dalam atau pintu luar? Itu seperti dialog terhadap dirinya sendiri,” ujarnya kepada ARENA selepas pertunjukan.

Bagi Bernando adegan-adegan yang ditampilkan mungkin cukup sulit untuk dipahami penonton karena pertunjukan ini beraliran surealisme. Surealisme adalah aliran seni yang menampilkan realitas tidak dengan ‘telanjang’, tetapi dengan terselubung berbagai simbol. Simbol itu seperti  percakapan, suasana yang ditampilkan, tata letak panggung atau bahkan dengan musik.

“Disitulah kekuatan dari surealitas. Sehingga semua orang kita penonton mungkin bisa tidak paham pada saat menonton. Tetapi akan mempunyai banyak ruang-ruang yang bisa dia masuk lewat apa saja terhadap simbol,” tuturnya. 

Lebih jauh, Khuluq juga menerangkan dalam proses penciptaan pertunjukan ini, ia mengambil spirit dari Enigma yang secara epistemologi sendiri berarti misteri, teka-teki atau sesuatu yang sulit untuk dipecahkan atau dijelaskan.  

“Boleh jadi ketika pertama kali mendengarnya judulnya, kebanyakan dari orang-orang akan mengasosiasikannya dengan mesin pembuat kode rahasia yang hampir mustahil untuk dipecahkan milik Jerman selama Perang Dunia II,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan bahwa pertunjukan kemarin tidak menyuguhkan jawaban atas kecemasan yang dialami oleh Gen Z. Namun, Teater Eska  berusaha memberitahu kepada penonton bahwa ada banyak jalan untuk memecahkan misteri atau permasalahan yang tengah dihadapi, salah satunya melalui agama.

Reporter Ridwan Maulana | Redaktur Maria Al-Zahra | Fotografer Khirza Zubadil