Home BERITA Parade Pengadilan Rezim: Transisi Zalim Kekuasaan Jokowi ke Prabowo

Parade Pengadilan Rezim: Transisi Zalim Kekuasaan Jokowi ke Prabowo

by lpm_arena

Lpmarena.com— Forum Cik Di Tiro, Jaringan Gugat Demokrasi, dan Jogja Memanggil menggelar aksi berjudul ”Parade Pengadilan Rezim”, di Selasar Gedung Agung Yogyakarta pada Minggu (20/10). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk respon masyarakat atas transisi rezim kekuasaan Jokowi menuju rezim Prabowo yang dinilai problematik.

Yusuf, selaku humas aksi, menjelaskan peradilan rezim ini digelar karena Jokowi dan Prabowo lahir dari politik oligarki. Sementara politik oligarki lebih mendahulukan kepentingan pengusaha bukan kepentingan rakyat. Jadi menurutnya, politik oligarki berbahaya bagi masa depan Indonesia ke depannya. 

Pasalnya, lanjut Yusuf, selama sepuluh tahun rezim Jokowi berkuasa, ia telah melahirkan permasalahan pelik bagi masyarakat. Yusuf merinci permasalahan tersebut seperti tingginya biaya pendidikan, akses kesehatan tidak merata, perampasan lahan guna membuka tambang dan perusahaan, dan hak masyarakat adat yang belum diakui.

”Kita sekarang melihat bulan madu antara kekuasaan, negara, rezim korporasi melahirkan sepasang oligarki yang menguasai, dan kita keblingsatan penderitaan,” kata Yusuf saat diwawancarai ARENA

Nugroho Prasetya, salah satu orator aksi, menerangkan pentingnya masyarakat untuk bersuara melalui aksi. Menurutnya, aksi ini menjadi penanda bahwa rakyat akan setia di barisan perlawanan dan oposisi. Hal itu karena pemerintah melalui media mainstream menyatakan tidak ada oposisi di Indonesia.  

”Kita harus setia dalam sebuah gerakan untuk saling menyadarkan bahwa kita bisa melawan. Karena ini adalah hak kita sebagai rakyat yang punya kedaulatan tertinggi,” tutur Nugroho.

Ia juga menjelaskan bahwa pergantian kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo terjadi melalui proses yang janggal. Misalnya dengan pengerahan kepala desa, Aparatur Sipil Negara (ASN), polisi, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pasangan Prabowo – Gibran. Itu menjadi tanda bahwa rezim mendatang tidak ada bedanya dari rezim Jokowi.

”Kita bisa memproyeksikan bahwa lima tahun mendatang, yang mereka ayomi bukan rakyat, melainkan oligarki. Demokrasi hanya menjadi dekorasi, ilusi, dan kita semakin disingkirkan,” jelas Nugroho.

Lebih jauh, Yusuf mengungkapkan kekhawatirannya terkait pergantian rezim ini. Pasalnya, Prabowo selaku pemegang kekuasaan mendatang merupakan tersangka kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 1998. Dengan begitu, ia khawatir rezim Prabowo melakukan penindasan menggunakan cara halus dan terstruktur dari rezim sebelumnya, yang membuat rakyat tidak sadar bahwa hak mereka dirampas.

Ia menegaskan makan gratis dan bantuan sosial yang diprogramkan pemerintah sebenarnya tidak menjawab persoalan utama. Melalui aksi ini, pihaknya menghadirkan cek kesehatan gratis dan makan gratis, sebagai pengingat bagi pemerintah. Bahwa hal tersebut dapat diberikan karena dorongan sosial, bukan dorongan politik.

“Kehadiran cek kesehatan gratis dan makan gratis, bukan seperti yang diimajinasikan oleh rezim yang berkuasa. Mereka (penguasa) memberi makan rakyat tapi dengan dorongan politik,” pungkas Yusuf.

 Reporter Dzikria Al-Haq (Magang) | Redaktur Ridwan Maulana