Lpmarena.com–Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kalimasada menggelar pementasan bertema “Se-welas Se-asih” (26/10) di halaman depan Poliklinik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun ke-11 berdirinya UKM Kalimasada, sekaligus sebagai upaya memperkenalkan kembali seni dan budaya tradisional kepada generasi muda, khususnya mahasiswa.
Hal tersebut menjadi tantangan komunitas seni dan budaya, tak pelak juga bagi Kalimasada. Aditia Susanto, Ketua Panitia, menceritakan, meskipun acara ini mendapat izin dari pihak kampus, ia mengaku bahwa dukungan dari kampus masih terbilang minim, baik dari segi fasilitas maupun peralatan.
“Bahkan ada janji kalo mau beliin wayang tapi ternyata sampai sekarang belum dibeliin-beliin. Akhirnya kalo penampilan itu kita harus minjem sana sini,” jelas Susanto.
Ditambah, kata Susanto, budaya tradisional menghadapi tantangan besar karena perkembangan zaman. Mahasiswa dan masyarakat cenderung lebih tertarik pada budaya modern yang dianggap lebih relevan dengan kehidupan mereka.
Hal ini menjadi jalan terjal bagi Kalimasada yang mengandalkan dukungan internal komunitas untuk mempertahankan eksistensinya. Ia mengeluhkan juga terkait terbatasnya waktu yang dapat digunakan untuk pentas.
“Di Poliklinik, kami bisa pentas sampai tengah malam. Namun, di lokasi lain, seperti gelanggang, waktu pementasan harus berakhir lebih awal karena dekat dengan perkampungan warga,” jelasnya.
Senafas dengan Susanto, Tri Wahyu Hidayatullah, salah satu penampil yang membawakan tari Beksan Angkawijaya Dasalengkara, berharap kegiatan pelestarian budaya seperti ini mendapat perhatian lebih dari khalayak, khususnya kampus. Ia ingin ada langkah nyata dari kampus dalam mendukung UKM seperti Kalimasada agar mampu menarik lebih banyak mahasiswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan budaya.
Hidayatullah bercerita bahwa Kalimasada sendiri dalam proses kegiatannya masih tertatih-tatih. Dalam latihan misalnya, ia menyebutkan hanya dapat mengandalkan pengalaman alumni dari Kalimasada sendiri serta terkadang, teman-teman harus pergi ke sanggar lain untuk latihan yang nantinya dibagikan di internal, meskipun pernah ada pelatih, namun sudah lama sekali.
“Kita yang terlibat di dalam seni itu lebih diapresiasi sih, kaya ini loh di UIN ada yang bisa nari, ada yang bisa jadi dalang gitu. Sama satu lagi itu kita punya pelatih. Soalnya kita itu gapunya pelatih, dulu pernah ada pelatih dah lama banget tapi habis itu keluar dan sampe sekarang belum ada pelatihnya,” keluhnya.
Ia juga menyayangkan banyak dari mahasiswa yang kurang sadar akan kekayaan budaya tradisional, sehingga potensi budaya tersebut kurang dapat dimanfaatkan.
Susanto mengungkapkan bahwa pengangkatan tema tidak saja menggambarkan perayaan sebelas tahun berdirinya Kalimasada, tetapi juga menyiratkan di ulang tahun yang ke-11 ini, Kalimasada ingin menyebarkan welas asih atau cinta kasih melalui pelestarian budaya.
Reporter M. Zilman Nadzif | Redaktur Selo Rasyd Suyudi | Fotografer Maria Al-Zahra