Lpmarena.com– Pada tahun 2023 UIN Sunan Kalijaga mendapat akreditasi unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Namun, dibalik itu mahasiswa menjadi korban kampus demi mencapai predikat unggul tersebut, salah satunya yaitu terjadinya inflasi nilai. Hal ini dipicu dari kuantitas nilai A yang tidak diimbangi dengan kenaikan kompetensi mahasiswa.
Ismoyo (bukan nama sebenarnya), Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) merasakan adanya inflasi nilai. Ia merasa teman-temannya yang kurang secara kompetensi tetap mudah mendapatkan nilai A. Menurutnya, dosen memberi nilai A diukur berdasarkan baik atau tidaknya image mahasiswa di mata dosen.
”Sekarang nilai itu bukan berdasarkan kompetensi, tapi karena rajin masuk, bersikap baik, atau pintar cari muka,” jelasnya.
Ismoyo juga mengatakan bahwa inflasi nilai dapat terjadi karena kampus terlalu mengejar akreditasi, alih-alih dibarengi dengan menaikkan kompetensi, kampus hanya sekedar mendongkrak nilai mahasiswa saja. Akibatnya, taraf kemampuan mahasiswa sudah tidak bisa diukur dengan nilai lagi.
Lindra Darnela, Dosen FSH menjelaskan bahwa inflasi nilai dipicu oleh tuntutan lulus tepat waktu sebagai bagian persyaratan akreditasi, sehingga mendorong dosen untuk memberi nilai tinggi kepada mahasiswa. Hal tersebut membuat mahasiswa merasa nyaman menerima nilai tinggi tanpa melihat sejauh apa langkah yang sudah dilakukan.
“Dulu saya dapat nilai C itu sudah biasa, tapi sekarang mahasiswa dapet nilai A- sudah komplain,” paparnya saat diwawancarai ARENA.
Sistem akreditasi yang menjamin mutu kampus belum tentu sesuai dengan mutu yang sesungguhnya secara faktual. Sehingga menurut Lindra, kampus harus mengkaji ulang apakah nilai A mahasiswa itu kompatibel dengan pengetahuan dan pemahamannya atau tidak.
Senada dengan itu, Taufiqurohman, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam menyatakan nilai yang bagus membuat mahasiswa senang dan nyaman, tetapi dalam jangka panjang memiliki dampak yang merugikan bagi mahasiswa. Hal tersebut akan dirasakan ketika mahasiswa masuk dalam dunia kerja.
“Nilai itu bukan segalanya dan harus terintegrasi dengan tanggung jawab dia, karena yang dibutuhkan di dunia kerja itu integritas,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Istiningsih, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, tidak mempermasalahkan terjadinya inflasi nilai di kampus. Ia mengatakan bahwa banyaknya mahasiswa yang mendapat nilai A dan rendahnya angka drop out akan memberi keuntungan bagi kampus dalam hal akreditasi.
Selain itu, Ia juga menyampaikan bahwa inflasi nilai bukan semata-mata karena murah nilai, tetapi dilakukan berdasar tuntutan dunia kerja yang mensyaratkan nilai tinggi. Sehingga ketika mahasiswa telah lulus dengan nilai yang tinggi, maka akan lebih mudah diterima di dunia kerja.
“Kita tidak akan menutup nasib masa depan mahasiswa, jangan sampai tidak bisa menjadi pegawai negeri, pegawai swasta, studi lanjut, atau mendapatkan beasiswa” pungkasnya.
Reporter Affan Patria (Magang) | Redaktur Niswatin Hilma | Ilustrator Iqbal Farraz (Magang)