Home SASTRAPUISI Identitas Asing Material Baru: Puisi-Puisi Rifqi Septian Dewantara

Identitas Asing Material Baru: Puisi-Puisi Rifqi Septian Dewantara

by lpm_arena

Identitas Asing Material Baru
Aku adalah reruntuhan yang tidak bisa dibangun kembali, material (bongkar-pasang) membentuk bangunan lain; aku adalah aku

Berulang-ulang; aku bukanlah aku.

2023

Mendaftarhitamkan Aku
Sabtu dan tubuhku mulai usang—perbarui sekarang! sebelum kota-kota menayangkan sebuah kendaraan terbang

Tetapi, aku perlu menampang kaki dan tangan melalui cip mikro

Daftarkan dirimu segera!-formulir ada di depan-halaman situs sedang menyiapkan-isi biodata ini secara lengkap-simpan kode pin tersebut-dan selamat datang

Aku buka mata, aku buka telinga; akses wabah teridentifikasi

2092; eror. Suara di dalam mulut membatalkan segala rencanaku menebar benih di belakang rumah. Hari minggu, aku mati.  

2023

Rumit
Hidup terlalu banyak peristilahan
lahan-lahan rumit; seperti mulutku yang bolak-balik memanggil hutan

Reboisasi, denudasi, konservasi, serta reklamasi, tetap saja air keringat mengucur deras di kepalaku.

Negara rembes—longsor, kisut ke baju partai.

2023

Glosarium Bahasa Privat
Wittgenstein sedang membuat sindiran kepada anak muda yang mati akal belajar memaknai kata “artinya”.
/
Awas bahasa privat; bongkak!
mencuci mulut dari bekas obrolan tamu
manusia saling membuka aibnya masing-masing
namun jangan lupa tersenyum
berbahasa asing mengasyikkan bukan? 

Bahasa ibu dulu tak laku, kita banyak membeli bahasa luar dengan harga diskon
Bahasa ibu sekarang menggerutu, kita banyak mengirim bahasa slang dengan kotoran kuda
Bahasa ibu kemudian runtuh, kita tidak memiliki biaya untuk mendirikan gudang bahasa.

2023

Makam di Sekolah Kesenian
Sebuah kanvas mencurahkan masalah negara dan rakyat, aku melukisnya dengan murung. Pekerja seni yang sedang sakit, di sini kita makan bersama-sama, bermain bersama-sama, letih bersama-sama 

Para pegawai yang remeh-temeh; tutup dan peluk telinga itu, “bisakah imajinasi membayar kesombongannya?” 

Seperti gerombolan monyet di kebun binatang — mereka berteriak-teriak meminta pisang, lalu terbirit-birit kembali ke wilayah aman.

2023

2091

2091; hidup tanpa notifikasi, ia melewati jalur kabel tanah seratus tahun yang lalu. Dan kemudian; yang tidak akan datang kembali. Hari ini — yang kita ingat seperti masa lalu. Terjerat dalam dering di matamu

Lalu kematian; seperti fitur ponsel yang lepas dalam kecanggihannya sendiri. Menginjak aku dari puing-puing memori yang tersisa. Merekam keheningan di dalamnya; merekam kebisingan di luarnya — termasuk aku

Tetapi kini, aku datang kembali. Menjenguk dan memengkal di bawah tanah; kelahiran-kelahiran yang rusak, menghilangkan dirinya sendiri dari budaya non-pengarsipan

Mengapa orang-orang sibuk membangun sesuatu; tinggi — seperti meniagakan nasibnya sendiri-sendiri. Padahal, kebahagiaan sudah ia pecahkan oleh pamrihnya sendiri

Aku membayangkan masa depan adalah hari ini; seperti mencicipi kematian, lalu bermimpi datang dari hutan.

2023

Januari Yang Basah
Januari pulang
melipat kemarau
langkah-langkah yang ringkih
menapaki belantara kenang.

Ia akan menggenang di kepala
dan memecah riak pada dada
satu persatu, abjad jatuh
dari kening, ke mata teduhmu.

Lalu lahir sebuah rindu
dengan Januari
yang basah tanpa bulan
ia dilumat jelaga; bersama hujan dan kenanganmu.

2023

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur, Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi bersama. Kini, bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara.

ILustrasi Nabil Ghazy | Editor Selo Rasyd Suyudi