Lpmarena.com–Di tengah situasi darurat sampah, Mahasiswa Pencinta Alam Sunan Kalijaga (Mapalaska) mengajak untuk membangun gaya hidup ramah lingkungan. Ajakan tersebut disampaikan melalui Seminar “Eco Lifestyle seminar: live it, love it, zero it” di Convention Hall (CH) UIN Sunan Kalijaga, Senin (02/12).
Egit Andre Kelana, Sahabat Lingkungan (Shalink) mengatakan bahwa Yogyakarta masuk dalam situasi darurat sampah pasca ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. Hal tersebut menimbulkan banyak persoalan yang berkaitan dengan penumpukan sampah, maka diperlukan edukasi mengenai pengelolaan sampah pada masyarakat.
“Daripada kita menunggu pemerintah, mungkin cara terbaik yang bisa dilakukan secara mandiri adalah mengelola sampah, terutama pada lingkup rumah tangga, tempat di mana sampah diproduksi setiap hari,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Fatimatuz Zahrati, Alumni Kelas Belajar Zero Waste, menunjukkan data dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menyatakan bahwa pada tahun 2019 hanya 9% sampah plastik yang dapat didaur ulang di seluruh dunia. Selain itu, pada tahun 2023 Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan paling banyak di Asia Tenggara. Berdasarkan data tersebut ia menyimpulkan bahwa laju konsumsi lebih banyak dibandingkan laju daur ulang.
“Jadi konsumsi kita itu lebih banyak, apalagi di Indonesia yang masih negara berkembang, butuh effort lebih untuk daur ulang,” paparnya
Selanjutnya, Ia menyampaikan salah satu cara untuk memulai gaya hidup ramah lingkungan ialah dengan menumbuhkan kesadaran terhadap lingkungan sekitar. Hal ini dapat dimulai dengan mengendalikan sifat konsumtif melalui konsep use what you have dalam kehidupan sehari-hari.
“Ada efek dari use what you have. Ketika kita mau beli barang, kita akan mikir ulang, kira-kira perlu nggak barang itu. Misalnya besok mau seminar harus pakai jas. Kan tidak harus beli, bisa aja pinjem temen atau sewa,” ujarnya
Fatimah juga mengenalkan konsep zero waste yang diterapkan dalam hidup yang ramah lingkungan. Diantaranya yakni Cegah; mengurangi sampah dengan menggunakan barang yang bisa dipakai jangka panjang, Pilah; memisahkan sampah untuk diolah lebih lanjut, dan Olah; mengolah sampah menjadi barang yang memiliki nilai guna.
Egit menanggapi, sejauh ini pemahaman gaya hidup ramah lingkungan hanya berhenti pada lingkup pengolahan, seperti daur ulang plastik atau daur ulang sisa makanan menjadi kompos. Menurutnya, gaya hidup ramah lingkungan bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti mengurangi penggunaan plastik dan menggantinya dengan bahan organik yang mudah terurai.
Alvino Rivat Maulana, Ketua Mapalaska berharap acara ini bisa menjadi pemantik bagi mahasiswa UIN dan kepada seluruh masyarakat untuk lebih sadar mengenai sampah.
“Besar harapan kami acara ini bisa menjadi ketukan untuk UIN, sehingga UIN bisa menjadi kampus yang peduli terhadap sampah,” pungkas Alvino.
Reporter : Rizqina A | Redaktur Niswatin Hilma