Lpmarena.com– Malioboro merupakan salah satu kawasan yang terdampak dalam rencana Pemda DIY menjadikan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan tak benda UNESCO. Rencana itu bukan hanya berdampak pada penghasilan PKL Teras Malioboro, tapi juga pengendara becak motor.
Parmin, Ketua Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) menjelaskan pendapatannya menurun semenjak adanya relokasi. Dalam sehari ia hanya bisa mendapat sekitar 30 ribu saja. Padahal biasanya bisa mencapai 50-150 ribu.
“Saya suka narik dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, ngetemnya di terang bulan. Penghasilan narik perhari gak pasti. Kadang berangkat pagi sampe sore gak narik, itu udah biasa. Pendapatan dulu sama sekarang setelah Malioboro direlokasi sangat beda,” tutur Parmin.
Parmin juga mengkhawatirkan rencana Malioboro untuk dijadikan kawasan full pedestrian pada 2025. Pasalnya para pengendara becak motor di sepanjang Malioboro akan direlokasi. Sedangkan hingga kini belum disediakan tempat relokasi dari Pemda.
“Untuk Malioboro full pejalan kaki aturan dari pemerintah ya carikan solusi untuk kami gitu, jangan sampai hanya aturan saja. Jangan dibikin aturan yang tidak boleh karena sejak dulu mangkalnya di Malioboro,” tuturnya.
Rizki Budi Utomo, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY, tak menampik rencana Malioboro akan dijadikan full pedestrian. Ia berdalih rencana tersebut untuk menjadikan Malioboro sebagai kawasan rendah emisi. Kendaraan berbahan fosil seperti motor, mobil, termasuk becak motor akan dilarang melintas.
Ia justru memberikan solusi dengan mengganti becak motor dengan becak listrik. “Becak motor nanti akan kami ganti semua khususnya dengan becak listrik atau becak berpenguat tenaga alternatif listrik. Parkirannya akan tetap sama dengan orang yang sama, hanya kendaraan motor kita ganti ke listrik,” jelasnya.
Rizki melanjutkan Pemda akan menyiapkan bantuan kepada 400 becak motor untuk dialihkan menjadi becak listrik. “Hanya 400 bentor yang sudah dikonversi yang boleh melintas, becak kayuh gak ada batasan. Tujuan utamanya melestarikan budaya becak kayuhnya, kami ingin mengembalikan becak itu ke kayuh seperti umumnya karena non emisi,” lanjutnya.
Padahal berdasarkan penuturan Parmin, terdapat 500-600 becak motor yang beroperasi di Malioboro. Sedangkan untuk jumlah becak motor yang terdaftar di Dinas Perhubungan Provinsi berjumlah 1.700 becak. Ia sangat menyayangkan pemerintah hanya memberi bantuan pada 400 becak saja.
Parmin yang kini berusia 61 tahun juga memaparkan banyak pengendara becak motor yang tenaganya sudah tidak memungkinkan untuk mengayuh becak. Kebutuhan hidupnya juga semakin bertambah, maka dengan becak motor dapat mengurangi bebannya.
“Selama kami belum mendapat bantuan becak, ya kami jangan dibatasi lewat, itu sudah sangat berpengaruh terhadap pendapatan,” katanya.
Parmin juga menambahkan saat uji coba semi pedestrian selama satu bulan, becak motor tidak boleh melintas sama sekali. Hal itu berimbas pada teman-teman paguyuban becak motor, mereka tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan.
“Soal pendapatan kita minjem dari tetangga untuk menyusun supaya kita bisa kerja itu seperti apa. Jangan hanya diskriminasi masalah becak. Kita sebagai rakyat Jogja juga apalagi kerja di Malioboro,” pungkasnya.
Reporter Deva Sri Rahayu (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra