lpmarena.com – Pengadaan fasilitas inklusif dari tahun ke tahun di UIN Sunan Kalijaga tidak mengalami peningkatan signifikan dan penyediaannya dirasa kurang maksimal. Seperti di Fakultas Sosial dan Humaniora (Fishum) minimnya ramp dan ketiadaan lift. Contohnya di lantai tiga terdapat laboratorium yang kerap digunakan mahasiswa untuk praktek.
Novita Fajarini, mahasiswa pengguna kursi roda mengeluhkan pengadaan fasilitas kampus yang terbatas untuk mobilitasnya sebagai mahasiswa difabel. Ia hanya bisa berada di lantai satu fakultas. Padahal mulai semester 3 hingga semester 7 jadwal praktikum di laboratorium mulai padat.
“Kalau mau naik ke atas dibantu sama tiga temanku. Mereka ada yang membopong, ada yang ngangkatin kursi roda. Kalau kuliah biasanya memang di lantai satu, tapi beberapa kali juga di lantai atas,” keluh Vita.
Vita menjelaskan satu-satunya gedung yang nyaman baginya untuk kuliah hanya di Gedung Kuliah Terpadu (GKT). Sayangnya penggunaan GKT perlu dipesan terlebih dahulu dan konfirmasi pada pengelolanya karena banyaknya mahasiswa yang menggunakan GKT sebagai tempat kuliah.
“Cukup nyaman di sana, kan ada liftnya. Tapi memang kalau mau kesana lagi, harus dibooking dulu lewat dosen. Pernah temen-teman ngajuin kelas di sana, tapi ditolak sama customer servicenya,” kata Vita saat diwawancarai ARENA.
Menanggapi hal tersebut, Astri Hanjarwati, Wakil Dekan Bagian Administrasi dan Umum Fishum menanggapi bahwa fasilitas yang tersedia sudah mencukupi. Adapun fasilitas lain seperti ramp sudah diusahakan mulai dari perencanaan, pengajuan dan persetujuan. Adapun implementasinya ia beralasan membutuhkan waktu untuk realisasi.
“Kalau bongkar gedung nanti mengajukannya ke Kemenag, Kemenag kan lama. Jadi yang bisa kami lakukan adalah memindah kelas. Jadi kelas yang ada mahasiswa pengguna kursi roda di lantai satu,” kata Astri.
Namun, untuk mahasiswa Difabel Netra jika berada di lantai tiga bukan masalah yang besar. Astri melanjutkan jika dari Pusat Layanan Difabel (PLD) sudah mengadakan orientasi. “Kalau netra kan insyallah di lantai tiga nggak masalah asal ada tongkat putih, terus juga sudah hafal jalan,” ujarnya.
Sedangkan untuk permasalahan laboratorium yang berada di lantai atas, Astri tidak memberikan solusi pasti dari pihak fakultas. Ia justru mendorong mahasiswa untuk lebih peduli kepada teman-temannya.
“Tapi kan cuman kalau sudah praktek lab itu nggak bisa, harus digotong. Dan alhamdulillah mahasiswa cukup aware, dan ditempatkan di lantai tiga. Kami rencananya juga baru memproses kalau bisa lift portable, tapi bahaya atau tidaknya masih perlu dikaji,” ujarnya.
Selain itu, Vita menilai dari pihak dosen kurang peduli terhadap keberadaan mahasiswa difabel. Salah satunya adalah penempatan dirinya di ruang kelas yang ada di lantai atas.
“Teman-teman banyak yang peduli, banyak yang bantu. Jadi biasanya gantian begitu. Tapi beberapa dosen masih kurang peduli kalau mahasiswa difabel itu mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Dari pihak PLD juga tidak mendampingi, karena mereka fokusnya sama mahasiswa tunarungu dan tunanetra,” ujarnya.
Vita berharap kedepannya UIN dan setiap fakultas dapat mengimplementasikan dengan serius nilai-nilai inklusif. Utamanya dalam fasilitas teman-teman difabel.
“Semakin maju dalam pengadaan fasilitas inklusif buat mahasiswa-mahasiswa selanjutnya, jadi mereka tidak merasakan apa yang aku rasain,” pungkasnya.
Reporter Niti Sasmina Zaezafi (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra | Foto Beranda Inspirasi