Home MEMOAR LPM Arena Melawan Pandemi: Kumpul Segan, Nulis pun Enggan

LPM Arena Melawan Pandemi: Kumpul Segan, Nulis pun Enggan

by lpm_arena
kunjungan dari LPM Bhaskara Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Ach. Nurul Luthfi*

Lpmarena.com- Dini hari itu, 27 Oktober 2020, Pondok Pesantren Budaya Kaliopak jadi saksi pada Rapat Tahunan Anggota (RTA) LPM Arena, aku diamanahkan menjadi Pemimpin Umum (PU) dan kolegaku Sidratul Muntaha sebagai Pemimpin Redaksi. Sungguh hari-hari ke depan yang tidak tenang rasanya harus aku lewati menjadi pembantu umum Arena dengan segala ke-kekhasannya; kopi, rokok, buku, diskusi, nulis, begadang, malam, dan ditemani minuman segar lainnya (Red: Nutrisasi dan es teh).

Ketidaktenanganku berdasar, memimpin Arena dengan kondisi global termasuk Indonesia yang sedang dilanda wabah pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap aktivitas sehari-sehari sehingga keberlangsungan roda organisasi dipertaruhkan. Meskipun semua organisasi mahasiswa terdampak dari adanya pandemi yang satu tahun sudah dilalui, tetapi Arena dituntut untuk segera beradaptasi dengan kerja-kerja kebiasaan yang sudah berakar dan menjadi tetralogi prinsip: diskusi, baca, nulis. 

Anak-anak Arena yang dikenal dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lainnya di Gedung Student Center, dengan gayanya yang melingkar diskusi dari sore, hingga diusir satpam jam 9 malam, rambut gondrong, dan ditemani kopi dan gorengan. Di masa pandemi berubah total karena semua aktivitas kampus UIN Sunan Kalijaga dibatasi termasuk sekretariat UKM. Tidak hanya jam operasional yang dibuka sampai jam 4 sore, tetapi kegiatan kerumunan mengharuskan memakai masker, cuci tangan, dan menjaga jarak. Jangankan berkumpul bernafas pun juga diatur sedemikian rupa.

Boro-boro akan menanamkan nilai-nilai keresahan, kepedulian dan kepekaan sosial kemudian dituangkan dalam liputan, Arena cenderung kaget dengan perubahan tatanan sosial yang disebabkan pandemi. Diskusi melingkar yang biasanya setiap hari tanpa jeda dengan dinamika dialektika di ruang sekretariat, diharuskan berubah dan beralih menggunakan ruangan online. Perkuliahan mahasiswa seluruhnya menggunakan daring, sehingga kebanyakan awak Arena berada di rumah masing-masing dan hanya sebagian masih di Jogja. Mahasiswa setiap hari dari pagi hingga sore selalu beraktivitas di depan laptop, sehingga tidak ada cukup gairah untuk mengikuti kegiatan lainnya.

Beberapa percobaan dengan daring dilakukan termasuk kegiatan rutinan seperti diskusi wacana atau teori, pembacaan situasi hingga rapat redaksi, akan tetapi sangat tidak kondusif. Persentase kehadiran yang cukup banyak hanya lima belas menit pertama sisanya tinggal PU, Pimred, dan Kepala Divisi. Lebih menjengkelkannya lagi, ketika kampus UIN Suka masih mewajibkan mahasiswanya untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), tetapi fasilitas kampus tidak bisa digunakan dengan baik. Upaya yang dilakukan kampus hanya memberikan bantuan kuota internet kepada mahasiswanya itu pun berbeda-beda setiap provider.

(Pergantian PU dan Pimred dari Ajid dan Hedi ke Luthfi dan Sidra)

Pandemi merubah segalanya, di dalam situasi yang cukup rumit dengan menyesuaikan situasi masyarakat dan kondisi di Arena sekaligus meratapi nadi-nadi organisasi yang masih lemah, beberapa LPM dari Jogja hingga luar Jogja justru melakukan studi banding ke Arena. Mereka ingin belajar bagaimana tetap produktif dan menyesuaikan dengan pandemi. Alangkah sialnya kami pengurus yang masih tertatih untuk bangkit kembali tetapi dimintai cara bertahan hidup. 

Betapa sulitnya bilang ke mereka bagaimana kami juga masih pontang-panting membangun ekosistem organisasi yang sehat dan produktif kembali. Ekosistem Arena yang duduk berjam-jam membahas situasi ketimpangan di masyarakat; teori atau wacana kekiri-kirian; gibahin kampus yang tidak kunjung berbenah; mengumpat negara yang selalu membuat sistem serampangan; dan tentu diakhiri dengan kesimpulan siapa liputan apa.

Namun ada juga yang mengesankan ketika di akhir 2020, kami berdelapan orang, ada Luthfi, Sidra, Aulia, Atika, Roziqien, Fatan, Farid, dan Firdan mencoba mengelilingi Jawa Timur dengan touring motoran selama 5 hari. Berkunjung juga ke beberapa kawan-kawan sesama Persma, seperti LPM Inovasi UIN Malang, LPM Kavling Universitas Brawijaya, LPM Kompen Politeknik, LPM Platinum, dan LPM Dimensi IAIN Tulungagung. Sedikit membangkang memang karena sudah ada imbauan untuk tidak keluar kota dan menjaga jarak oleh pemerintah, tetapi setidaknya menghilangkan rasa kebosanan serta demi memupuk solidaritas. 

(Touring dan kunjungan ke LPM di Dimensi Tulungagung)

Setelah touring, Sidra sebagai pemegang dapur redaksi masih menghela nafas setengah panjang dengan rokok kreteknya, “Lut, kok anak-anak nggak ada yang mau liputan ya.” Suaranya selalu terngiang-ngiang karena memang pandemi sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Akhirnya, yang bisa aku dan pengurus lainnya lakukan adalah dengan nebeng ke anak-anak Arena yang punya kontrakan untuk dijadikan tempat kegiatan. Cukup efektif untuk tatap muka tetapi segan hati karena selalu menganggu penghuni kontrakan yang lain. Kemudian mencoba geser ke warung kopi yang masih buka hingga cukup malam. 

Sekitar 4-5 bulan pertama kepengurusan harus mengembara kesana-kemari agar anggota tetap eksis dengan berbagai kegiatan dan website tidak mati total. Sekretariat Arena di kampus tidak kunjung bisa diakses bebas, akhirnya sepakat untuk menyewa kontrakan agar terdapat poros kegiatan bersama. 

Apakah setelah ada sekretariat di luar kampus problemnya selesai? Tentu tidak. 

Waktu itu, pemerintah masih terus mengumandangkan kedaruratan pandemi dan menghimbau untuk mengurangi kerumunan. Padahal keinginannya dengan adanya kontrakan bersama bisa kembali memperdalam wacana kritis yang bisa digunakan untuk membaca situasi dan problematika di masyarakat kemudian dituangkan dalam bentuk karya jurnalistik. 

Kami mendiskusikan Materialisme, Dialektika, Historis Karl Marx, Hegemoninya Antonio Gramsci, analisis wacana kritis, analisis framing, kesetaraan gender, wacana kuasa/pengetahuannya Michel Foucault, atau pembacaan situasi kampus yang selalu menjengkelkan dengan kebijakan-kebijakan barunya yang tidak berpihak kepada mahasiswa. Atau negara Indonesia yang membuat penindasan-penindasan baru di berbagai daerah termasuk Jogja. Banyak hal yang sebenarnya termotivasi untuk selalu dikerjakan secara bersama-sama, tetapi masih banyak jalan terjalnya.

Semua kegiatan sudah terpusat di kontrakan, meskipun anak-anak Arena sejatinya tidak banyak, hanya sekitar 35 pengurus, tetapi sudah mulai ada pergerakan di organisasi. Liputan-liputan sudah mulai naik lagi meskipun kadang hanya reportase diskusi atau seminar-seminar online terkait wacana kekinian dan gerakan sipil. 

(Diskusi rutinan di kontrakan Arena)

Lagi-lagi Sidra mengencangkan hembusan rokoknya, “Lut, kok masih pada belum ada yang mau liputan padahal isunya sedang banyak.” Isu warga #WadasMelawan yang sedang memperjuangkan tanahnya untuk ditambang, lagi hangat diperbincangkan. Kerena resah atas isunya, akhirnya aku dan Sidra yang turun live in dan liputan bersama. 

Kata Sidra, sebagai Pemred dia yang liputan, dia menulis, dia yang mengedit, dia yang menerbitkan, dan semoga tidak hanya dia yang membaca.

Tentu, Arena tidak hanya dikenal sebagai seorang jurnalis tetapi aktivis katanya. Tulisan-tulisannya yang selalu mengganjal dan membuat pemangku kebijakan resah sering ditunggu banyak pembaca mulai dari indepth-nya, investigasinya, jurnalisme datanya, hingga majalahnya. Maka, peran ganda untuk menjadi mahasiswa yang kritis juga membantu memperjuangkan dan mengadvokasi persoalan di masyarakat. Termasuk isu yang cukup akut yaitu masalah mahalnya biaya pendidikan. 

Arena menjadi salah satu inisiator untuk mengadakan konsolidasi bersama terkait UKT di UIN Suka yang makin mahal di masa pandemi. Bersama dengan beberapa LPM se-UIN dan organisasi mahasiswa seperti KMPD, LPM Rhetor, dan lainnya membuat diskusi mendalam di kontrakan Arena. Meskipun ujung-ujungnya didatangi warga karena terlalu ramai dan membuat kerumunan. Namun, setidaknya dipenghujung kepengurusan masih ada bara api yang masih ada untuk hidupkan dan dilanjutkan. Akhirnya, di angkatanku tahun 2017, yang bertahan hingga akhir kepengurusan tinggal enam orang; Luthfi, Sidra, Zaim, Roziqien, Dian, dan Bagus.

*Arena angkatan 2017. Pemimpin Umum LPM Arena 2020-2021  | Foto Dokumentasi Pribadi