2024 menjadi tahun terakhir bagi Rektor Al Makin memimpin UIN Sunan Kalijaga untuk periode pertamanya sejak menjabat pada tahun 2020. Di bawah kepemimpinannya ini, di UIN Suka banyak terjadi hal yang memantik publik. Dari masifnya pameran-pameran kesenian di kampus hingga masuknya pinjaman online dalam skema pembayaran UKT mahasiswa.
Al Makin sendiri mengaku banyak bersyukur karena menjadi rektor adalah pengalaman pertamanya. Ia memiliki latar belakang peneliti dan banyak menulis buku. Dua hal ini yang menurutnya banyak ia terapkan dalam menjalankan kampus.
“Saya kembali ke buku-buku saya, saya baca dan saya lakukan,” kata akademisi asal Bojonegoro tersebut, saat menerima wartawan ARENA, Maria Al-Zahra, Ahmad Zamzama, dan Syifa Nurhidayah, di kantor rektorat gedung Pusat Administrasi Umum lantai 2, pada 26 Maret 2024.
Versi lebih ringkas dari wawancara ini pernah terbit di SLiLiT Arena Edisi Mei 2024. Dalam wawancara kami berbincang soal kepemimpinan Al Makin di kampus, kegemarannya pada kesenian, hingga kebijakan-kebijakan kampus tentang Pusat Layanan Terpadu, informasi publik, sampai pembiayaan pendidikan tinggi. Berikut petikan wawancaranya.
Menjelang akhir jabatan, bagaimana perasaannya di akhir masa jabatan?
Bersyukur, (karena) saya mendapat kesempatan 4 tahun. Jadi ada seorang pelukis terkenal, alirannya kubisme, tahu gak namanya? Pablo Picasso, (pernah berkata) dalam bahasa inggrisnya begini, “the mission in life is to find gift and to give it, away to the world”. Misi kita dalam hidup itu mencari bakat, mencari anugerah dalam diri kita. Setelah dapat, berikan kepada dunia.
Bapak menilai 4 tahun belakang ini bagaimana?
Wah saya sangat bersyukur, (karena) saya banyak belajar. Dan itu tantangan yang baru, yang saya sama sekali tidak sangka. Saya ini kan peneliti, researcher, tidak hanya di Indonesia. Peneliti-dosen di Jerman, Singapura, Australia, Kanada, Amerika. Saya itu penulis buku, penulis jurnal selama ini, dan saya juga seniman. Itu lukisan saya. Makanya saya kutip Pablo Picasso.
Selama 4 tahun itu pembelajaran atau pengalaman apa yang paling berkesan?
Leadership, dan cukup besar tanggung jawabnya, ini tidak mudah. Sekali lagi, saya kan peneliti lapangan. (Untuk menerbitkan) buku saya tentang nabi-nabi Nusantara itu saya interview seluruh Indonesia; mencari orang yang mengaku menjadi nabi. Saya datangi, saya interview, jadi buku. Nanti saya kasih bukunya.
Dan saya mendalami isu keragaman, pluralisme, kebhinekaan, itu juga jadi buku. Semuanya jadi buku, nggak ada yang nggak jadi buku. Saya melihat antara Barat dan Timur, Eropa, Asia, Amerika, Indonesia di dalamnya, saya tulis juga jadi buku. Jadi saya ini penulis. Saya hanya membayangkan saya menjadi penulis, scholar, cendekiawan, dan itu saya lakukan.
Kalau tantangan meneliti, menulis, sudah saya lalui sejak kecil. Saya kan pendidikannya pesantren, dan ayah saya seorang kiai di Bojonegoro, dan saya jadi dosen. Tiba-tiba saya menjadi rektor. Ini hal baru, bagaimana caranya memimpin orang banyak. Dan ternyata semua yang saya tulis tadi saya lakukan. Inilah pembelajaran, dan saya membentuk diri saya menjadi pemimpin. Sebelumnya kan saya guru, akademisi, peneliti.
Menjadi rektor adalah hal baru, bagaimana tantangannya?
Dalam filsafat kuno, ada seorang filsuf namanya Socrates, kemudian diteruskan filsafat stoik. Stoik itu filsafat di era Romawi Kuno. Tantangannya adalah membentuk diri sendiri, dan membentuk diri sendiri itu seperti memahat patung pake pisau, tetapi bahannya adalah badan sendiri. Jadi kita bayangkan! Karena saya pelukis, ya. Membuat patung, tapi bahannya badan sendiri, kalau nggak pas ya disesuaikan dengan pisau. Itu filsafat kuno.
Selama menjadi rektor, prinsipnya bagaimana selama memimpin?
Saya kembali ke buku-buku saya, saya baca dan saya lakukan. Selama ini kan saya menulis, misalnya keragaman, kebhinekaan. Bahwa orang itu berbeda-beda, dan kita harus menghargai perbedaan. Tapi itu kan teori. Ketika saya memimpin, saya menjumpai orang yang berbeda-beda dan itu di bawah kepemimpinan saya. Saya harus meletakkan orang sesuai dengan letaknya tanpa harus bertengkar, tanpa harus memaksa orang untuk sama dengan saya. Tapi saya memahami dan mengakomodasi mereka. Ini kepemimpinan yang sangat penting, dan semua pemimpin harus bisa melakukan itu. Ini saya melakukan apa yang sudah saya tulis dengan cara lain.
Kalau diimplementasikan ke program, seperti apa bentuknya?
Kemudian (soal) keragaman itu, kan saya juga aktivis lintas iman. Saya kan akrab dengan komunitas katolik, hindu, buddha. Ketika saya memimpin, saya wujudkan itu. Riil. Saya jalin kerja sama dengan katolik, saya pergi ke Vatikan, saya beri gelar honoris causa kepada Paus, kemudian kepada PBNU: Kiai Yahya Cholil Staquf, kepada Muhammadiyah: Dr. Sudibyo Markus. Jadi yang saya tulis tentang keragaman itu saya lakukan selama saya memimpin. Ini pengalaman yang luar biasa bagi saya.
Tapi memimpin warga yang beragam itu kan susah, lebih enak yang seragam…
Itu nggak ada di dunia ini, seragam itu nggak ada di dunia ini. Siapapun yang menyeragamkan dia akan melawan alam. Jadi Anda berdua saja fakultasnya sudah beda, lahirnya beda, orang tuanya beda, pasti pandangannya berbeda. Seorang pemimpin harus memahami.
Di awal kepemimpinan, salah satunya Bapak membikin Pusat Layanan Terpadu. Kenapa harus membikin PLT?
Inilah. Pemimpin itu kadang kala harus di depan, ing ngarso. Kadang-kadang harus di tengah, kadang harus di belakang. Tut Wuri Handayani. Di dalam isu PLT, kita ing ngarso. Sebelum itu menjadi keputusan Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama, kita sudah punya lebih dulu. Itu namanya ing ngarso. Kalau di depan memberi contoh. Alhamdulillah PLT itu jadi, disetujui Senat dan sudah beroperasi, dan itu banyak menangani kasus, banyak menolong mahasiswa yang menjadi korban.
Kita banyak melakukan ing ngarso. Patut dicatat, UIN Sunan Kalijaga kampus pertama kali terakreditasi unggul di lingkungan Kementerian Agama tahun 2021, dan tahun 2023 dilanjutkan akreditasi unggulnya sampai tahun 2028. Itu ing ngarso, kita di depan. Kemudian kita kampus pertama, sampai saat ini, terakreditasi internasional, namanya FIBAA, Foundation International Business Administration Accreditation, (ada) 18 prodi. Dan kita juga terbanyak terdapat sertifikat internasional AUN-QA, Asia University Network Quality Assurance, (ada) 11 prodi. Total kita punya 69 prodi di UIN Sunan Kalijaga, 36 prodi unggul.
PLT di UIN dibentuk sebelum kampus lain dan undang-undang, atas dasar apa?
Karena kita harus mendengar keluhan dari bawah. Kasus-kasus. Jadi pemimpin itu harus mendengar. Apa yang terjadi kita harus tau dan responsif, salah satunya PLT.
Sejauh mana wewenang PLT untuk menangani kasus?
Selama ini mendampingi korban, itu utamanya. Korban harus di-support.
Kalau untuk penanganan, adakah penanganan secara tegas kepada pelaku?
Itu riskan. Kita harus hati-hati, karena itu sudah wilayah hukum. Dalam wilayah hukum, kalau kita salah melangkah, kita dituntut balik. Yang penting, yang utama, adalah korban ini harus dilindungi. Harus ditolong.
Kalau pelakunya masih ada di kampus bagaimana?
Itu ada hukumnya sendiri, di fakultas, tapi ya nggak usah dipermalukan. Di fakultas, di kode etik, sudah ada dan itu sebagian sudah dilaksanakan, tapi jangan diumum-umumkan, jangan dipermalukan di depan publik. Tindakan itu ada, tapi sudahlah. Kalau masih ada pintu kita mengamankan seseorang, ya diamankan.
Bagaimana dukungan rektorat untuk PLT selama ini?
Dukungan pengurus kan dosen, volunteer kan mahasiswa.
Kenapa pengurusnya dari dosen, dan bukan tenaga profesional misalnya?
Dosen kita itu banyak psikolog, anda harus catat. Dosen kita itu lulusan Kanada, ilmu social work-nya. Lulusan Australia. Itu lebih hebat dari tempat lain. Sebagai mahasiswa, kalian harus bangga dengan kampus. Itu leadership pertama yang harus Anda pelajari. Anda harus bersikap positif karena itu akan mempengaruhi etos.
Ada banyak hal yang harus diperhatikan. PLT itu enggak usah dibesar-besarkan, itu sudah kita lakukan. Singgung yang lain, yang itu memberi inspirasi pada orang. Jadi kita itu tugasnya carilah anugerah jangan kamu berpikir mencari kelemahan, mempermalukan orang. Apalagi (dalam kasus yang ditangani) PLT kamu cari pelakunya, kamu permalukan, jangan begitu caranya. Itu dunia enggak akan damai, kamu akan perang terus. Kamu mau cari damai, bahagia, atau cari masalah? Carilah yang lain. Itu sudah disinggung, menurut saya cukup.
Bapak sering melukis, kenapa harus membawa dunia seni, termasuk di wilayah kampus?
Seluruh perubahan di dunia ini—perubahan agama, perubahan ilmu pengetahuan—itu dari seni. Bahkan menurut filosof, Muhammad Iqbal, seni itu tak terbatas, seni itu pancaran Tuhan. Kita menikmati semua yang ada di dunia, ini seni semua. Baju Anda itu juga seni. Kalau gak indah, ngapain dipake?
Apa alasan sering mengadakan pameran?
Itu sarana komunikasi yang paling efektif. Kalau Anda lagi patah hati kan dengerin lagu, Anda nulis puisi. Seni itu komunikasi yang nyaman. Seni itu di dalam.
Di era abad 17 di Eropa, ketika manusia terkungkung oleh dogma gereja, mereka kembali ke seni; meneliti seni Yunani, seni Romawi. Sama dengan di Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, seni bergerak. Misalnya ketika Diponegoro ditangkap, ada pelukis Belanda namanya Nicolaas Pieneman melukis Diponegoro dan De Kock; dan itu memposisikan Diponegoro di bawah tangga, De Kock di atas dan Diponegoro merunduk. Inilah seni. Dia menangkap makna penjajahan dari kacamata penjajah. Kemudian pelukis selanjutnya, Raden Saleh, melukis kembali, Diponegoro sejajar dengan De Kock, dan Diponegoro menatap mata De Kock. Seni ini sangat mengubah dunia. Jadi Anda sekarang menikmati Telfon ini. Itu juga seni.
(Dalam) Masa pencerahan itu, dunia ini terevolusi oleh seni dan lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu mengikuti seni. Lahirlah teknologi. Sama dengan dunia sekarang, disebut postmodernisme, dimulai dari Pablo Picasso, (aliran) kubisme. Kritik terhadap postmodernisme, misalnya, dimulai dari Surealisme Salvador Dali. Dunia saat ini juga sama, ini membuat kamera, pulpen, semuanya lewat seni. Makanya sangat penting seni ini dipegang.
Apakah kesukaan pada seni mempengaruhi style Bapak dalam berfashion?
Yang jelas, seni itu membuat kita bahagia, seni itu membuat kita lapang, kita lebih Ikhlas.
Warna apa yang jadi kesukaan dalam berkesenian?
Itu kan lukisan saya, bisa dilihat. Anda bisa melukis tidak? Jadi, seni ini pintu yang baik. Kebetulan saya melukis sejak kecil dan itu sangat membantu kalau Anda pikirannya nggak jernih, melukis. Jadi, (kesukaan warna) itu masing-masing. Kalau kita sudah melukis kita mempunyai feeling harus ditaruh di mana, semua warna baik, tinggal bagaimana kita menciptakan komposisi.
Bagaimana kebijakan rektorat dalam mengelola informasi publik?
Sesuai dengan hukum yang berlaku. Ada hukum dirjen (Direktorat Jenderal), hukum KPK. Mana (informasi) yang sah ya dikeluarkan, mana yang nggak ya nggak boleh (dikeluarkan). Itu kan ada rahasia negara.
Dalam hal ini, UU KIP tahun 2008?
Itu juga sudah kita lalui. Yang jelas begini, prinsip kita di dalam hidup, terutama kampus, kampus ini lembaga akademik: bagaimana kita berpikir positif, bangga dengan kampus, dan semuanya harus mendorong kampus ini supaya maju. Jangan diperlambat kemajuan ini. Apa yang bisa anda berikan kepada kampus, bukan anda mengambil apalagi menjatuhkan kampus. Ilmu Anda enggak berkah. Tahu gak ada 6 nilai UIN Sunan Kalijaga? Coba di-search di Instagram. Itu esensi pendidikan di UIN. Anda harus baik sama semua orang, memberitakan semua orang secara baik, berpikir positif. Masa depan cerah.
Kalau di UU KIP, di kampus ada PPID. Kalau di UIN Suka bagaimana, Pak?
Saya waktunya tidak banyak kalau Anda tanya itu. Kalau Anda ingin membesarkan kampus, oke. Anda ingin mencari kebaikan, oke. Ini Ramadan loh ya.
Reporter Maria Al-Zahra, Ahmad Zamzama | Redaktur Selo Rasyd Suyudi | Fotografer Syifa Nurhidayah