Home BERITA Membaca Sebagai Bentuk Perlawanan

Membaca Sebagai Bentuk Perlawanan

by lpm_arena

Lpmarena.com– Aksi Hari Buruh berlangsung dengan dilakukannya long march dari titik awal parkiran Abu Bakar Ali menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Kamis (01/05). Berbagai elemen masyarakat terutama buruh ikut meramaikan dan meneriakkan tuntutannya sepanjang Malioboro. 

Dalam aksi siang hari itu bukan hanya berjalan, berorasi, mengibarkan bendera, tapi juga ada lapak baca digelar oleh gerakan kolektif Membaca Melawan. Berada tepat di depan lampu merah  lapak tersebut cukup ramai didatangi massa aksi. Membaca Melawan adalah gerakan kolektif masyarakat, mahasiswa, buruh atau siapapun dapat bergabung.

Nara, salah satu anggotanya menjelaskan gerakan ini ikut mewarnai aksi dengan cara alternatif. Contohnya dengan membagikan stiker menarasikan perlawanan, olah sampah jadi karya seni, dan juga membaca. Gerakan kolektif ini sudah ada di tiga daerah yaitu Yogyakarta, Jakarta dan Surabaya.

“Kami sebenarnya mau memberi ruang alternatif gitu barengan. Membaca Melawan ingin menghadirkan suatu hal yang berbeda, memberikan kesempatan untuk orang-orang yang ingin melakukan aksi demonstrasi dengan lebih inklusif,” ungkap Nara kepada Arena.

Nara berpendapat, biasanya yang akan tergambar dalam benak orang-orang ketika mendengar kata aksi, pasti demo, long march, anarkis dan lain sebagainya. Padahal aksi tidak selalu harus seperti itu, menurutnya membaca juga merupakan salah satu jenis perlawanan dan tentunya lebih inklusif.

“Aku nggak bisa jalan jauh. Jadi long march, demo kayak gitu yang butuh berdiri lama. Aku nggak bisa. Dan dari situ aku punya ide gimana bahwa kita bisa tetap ikut aksi, tetap ada di lokasi, tapi dengan cara protes yang berbeda. Salah satunya adalah membaca di tempat-tempat yang nggak dibolehin. Jadi kayak apa ya, istilahnya occupying,” ungkap Nara.

Achmad Khudaefi salah satu mahasiswa yang tergabung dalam massa aksi juga menganggap kalau lapak lapak baca seperti ini merupakan salah satu bentuk dari perlawanan.

“Perlawanan kan nggak harus dengan dia berorasi dan sebagainya. Membaca, menurut saya itu juga bagian dari melawan gitu,” kata Afi saat ditemui di lapak baca. 

 Namun, Afi menyayangkan kerap kali akses terhadap buku-buku bacaan sulit untuk diakses. Terutama dengan mahalnya buku saat ini membuat banyak orang yang secara ekonomi mungkin kurang, jadi sulit untuk mengakses buku.

Nara menambahkan jika aksi massa selama ini terasa maskulin sekali karena banyak yang merokok dan biasa didominasi oleh laki-laki. Tidak sedikit perempuan juga merasakan rasa kurang nyaman ketika aksi.

“Kan aksi selama ini kayak maskulin banget ya. Banyak yang merokok, biasanya didominasi laki-laki. Nah, kita pengen mulai mengubah itu, dimana juga teman-teman yang merokok, kalau bisa nggak di dekat, masih bisa baca, tapi nggak dekat,” pungkasnya.

 Reporter Sadrah Tawang Mahari | Redaktur Maria Al-Zahra