Home BERITA Efisiensi Anggaran Pendidikan, Wakil Rektor II UIN Sunan Kalijaga: “Kita Seperti Sedang Latihan Puasa”

Efisiensi Anggaran Pendidikan, Wakil Rektor II UIN Sunan Kalijaga: “Kita Seperti Sedang Latihan Puasa”

by lpm_arena

Lpmarena.com–Belum lama ini, pada tanggal 2 Mei, kita baru saja memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2025. Momen ini seharusnya tidak hanya menjadi sebuah perayaan seremonial semata, melainkan juga menjadi saat yang tepat untuk merefleksikan kondisi dunia pendidikan Indonesia saat ini.

Refleksi ini justru dibayangi oleh kebijakan pemerintah yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pendidik dan masyarakat. Pasalnya, pemerintahan Prabowo-Gibran secara resmi memangkas anggaran negara, termasuk anggaran pendidikan. Keputusan ini terasa ironis, mengingat akses terhadap pendidikan di Indonesia masih terbatas. Sebaliknya, program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) justru lebih diutamakan, meski di lapangan masih banyak masalah—mulai dari distribusi yang tidak merata hingga insiden keracunan akibat makanan yang disiapkan sembarangan. 

Mengutip data dari Kompas.com, jumlah mahasiswa di Indonesia saat ini hanya sekitar 7,88 juta jiwa. Sementara itu, total penduduk dengan rentang usia 19 hingga 29 tahun mencapai 44,95 juta jiwa. Artinya, hanya sekitar 1 dari 6 orang dalam kelompok usia produktif tersebut yang mampu mengakses pendidikan tinggi. Ini merupakan angka yang mengkhawatirkan dan menunjukkan adanya kesenjangan serius dalam pemerataan pendidikan.

 Dalam hal ini, penting untuk mempertanyakan peran kampus sebagai institusi yang memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam dunia pendidikan. Apakah kampus hanya akan menjadi lembaga pasif yang membiarkan berbagai bentuk ketimpangan serta kebijakan pemerintah yang merugikan, atau justru tampil sebagai kekuatan moral yang kritis terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat—khususnya terkait akses pendidikan yang semestinya terjangkau, bahkan idealnya digratiskan? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, pada Kamis (15/05) Arena melakukan wawancara dengan Mochamad Sodik, Wakil Rektor II bidang administrasi dan keuangan. Berikut hasil wawancaranya.

Bagaimana pandangan soal efisiensi mempengaruhi pendidikan di kampus?

Kita sebenarnya diberikan tantangan untuk bagaimana berpikir strategis. Oleh karena itu, kami dengan Pak Rektor dan yang lain, sudah menetapkan semacam komitmen dengan adanya efisiensi. Mutu Pendidikan tidak boleh berkurang. Terus bagaimana kemudian yang harus berkurang? yang berkurang adalah yang di dalam kegiatan-kegiatan suportif itu kita kurangi. Misalnya selama ini ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan diluar kampus, sekarang tidak ada, semuanya dilakukan di kampus semua. Selama ini mungkin perlu makan siang, sekarang nggak usah makan siang. 

Hal-hal seperti itu yang kemudian kita coba beritahukan kepada semua dosen dan semua teman-teman sehingga kami disini semua punya komitmen karena kita diuji yaudah kita rasakan bersama-sama. Termasuk kita keluar negeri, yang ada acara luar negeri yang itu penting juga sebenarnya, kita sudah nggak usah, online saja.

Bagaimana mutu pendidikan di kampus ketika terjadi efisiensi?

Mutu Pendidikan tetap terjaga karena yang berkaitan dengan kebutuhan mahasiswa, khususnya pembelajaran tidak boleh kita kurangi. Yang kita kurangi hanya mungkin kemarin misal penggunaan AC, itukan kemarin jam sepuluh. Tapi kemarin setelah ada masukan, sekarang sudah kita penuhkan lagi. Sekiranya panas, ya sudah nggak apa-apa lah, jadi kita belajar bersama. Akhirnya sekarang isunya bukan efisiensi, tapi energi. Kan perlu toh? Misalnya orang ini mau pakai AC, ya sudah meskipun kita masih efisiensi tapi mulai kita geser pada go green lah ya, bagaimana energi ini harus betul-betul efisien.

Berarti tidak ada pemotongan dana bagi mutu pendidikan?

Insya Allah tidak ada. Makanya nanti Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK), Sosialisasi Pembelajaran (SOSPEM) jalan terus. Bismillah. Dana Riset juga Insya Allah aman. Karena itu kan terkait dengan mutu pendidikan.

Efisiensi ini akan berlangsung berapa lama?

Kalau berapa lama, ini tanya ke pusat. Tapi harapan kita nggak usah lama, karena nanti kalau efisiensi sudah mulai dikendorkan jadi kan kita lebih bisa anu yah. Jadi hikmah dari sini kita kemudian belajar untuk hidup itu hemat dan sederhana. Puasa juga ya, latihan puasa.

Selain mahasiswa, efisiensi berdampak ke mana lagi?

Yang banyak terdampaknya emang mahasiswa. Tadi misalnya, selama ini kita selalu bekerjasama dengan luar negeri, kalau bukan mereka yang kesini, kita yang kesana, Memorandum of Understanding (MoU) gitu kan. Sekarang kita nggak perlu kesana, sekarang MoU nya lewat online saja gitu loh. Artinya kita nggak usah kesana kemari. Kalau dulu Covid 19 gak boleh keluar rumah, sekarang tidak boleh keluar negeri. Yaudah kita lakukan.

Bagaimana dengan anggaran PLD?

Pusat Layanan Difabel (PLD) kan masuk dalam bagian di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M). Sehingga anggaran di lembaga ini relatif aman, meskipun perlu kita tambah. Tapi menurut saya sudah aman karena ini lembaga resmi secara struktural. Sehingga Insya Allah kita kawal bersama ketua LP2M, Pak Qoyum.

Kenapa lift masuk dalam efisiensi? Apakah kampus memperhatikan inklusivitas bagi mahasiswa difabel?

Untuk inklusivitas, kita selalu berpesan bahwa mereka diperhatikan lebih baik. Karena kita punya yang namanya Affirmative Action atau kebijakan afirmasi. Misalnya ada dosen atau mahasiswa difabel yang mau menggunakan lift, itu bisa dibuka. Jadi untuk hal seperti itu bisa, ya. Kita tidak bisa memperlakukan mereka dengan yang lain sama. Yang jelas akses itu harus kita berikan. Kalau teman non difabel kan bisa lewat tangga, ini kan nggak bisa. Jadi harus kita berikan jangan sampai akses tidak kita berikan. Selama ini tetap kita sosialisasikan.

Adakah upaya atau terobosan dari kampus? Atau hanya menunggu pusat?

Kami terus komunikasi dengan pimpinan di pusat. Kami ini bagian dari pusat sehingga kami komunikasi terus. Saya kemari ketemu dengan beberapa pimpinan, Saya sampaikan, intinya perguruan tinggi itu seharusnya tidak mengalami efisiensi, kalau lembaga lain ya silahkan. Departemen apa silahkan. Ini kan pendidikan, pendidikan ini kan sebaiknya tidak ada efisiensi. Kalau pendidikan di efisiensi kan, kasian toh. Pendidikan ini kan jadi alat utama untuk perubahan masyarakat. Kita semua sudah mulai menggerakkan semua unsur, karena kita pejabat caranya tidak lewat media, tapi lewat semua jalur. Rapat koordinasi kita lakukan. Kita itu ke Kementerian Agama (Kemenag). Jadi kami terus dengan Pak Menteri, Pak Wakil menteri (Wamen), staf ahli, dengan Dirjen-dirjen kita sudah komunikasikan, bahwa banding itu tidak boleh di efisiensi.

Kenapa di tengah efisiensi, mahasiswa tetap harus membayar penuh UKT, sementara banyak fasilitas yang tidak bisa kita akses secara optimal?

Kampus ini harus terus bergerak. Oleh karena itu, cara kita adalah kita tetap membuka kesempatan banding. Kemarin ada banding, lewat seperti itu. Mestinya, yang kaya nggak usah banding, dia menyuplai yang lainnya, gitu loh maksudnya. Ini kan sudah diefisiensi, bahwa pendidikan harus terus berjalan. Nggak ada misalnya kelas tidak jalan, tetap jalan. 

Makanya efisiensi ini kemudian tidak mengena pada mahasiswa tapi mengena pada dosen. Mestinya ada kegiatan di hotel, ini di kampus aja. Saya kira ini betul-betul sudah kita fikirkan karena kami ingin bagaimana proses pendidikan, proses belajar tetap normal sehingga UKT juga tetap normal. Tetapi tadi begitu dia mengalami perubahan penghasilan, banding tetap kita buka.

Bagaimana otoritas kampus negosiasi ke pemerintah atau Kemenag terkait besaran UKT?

Jadi UKT itu kan kita kan udah diskusi, UKT tahun ini seperti tahun kemarin, gak ada peningkatan. Artinya ini dari teori ekonomi rugi, tapi kita tidak berbicara untung dan rugi, tapi kemaslahatan. Jadi sekali lagi, UKT tahun ini seperti tahun kemarin, sama besarannya. Jadi secara ekonomi ini lebih sosialis, ada inflasi tapi kita tetap. Kita pastikan tetap.

Apakah banding UKT dirasa cukup dan jadi solusi bagi mahasiswa yang keberatan  dengan besaran UKT yang didapat?

Efektif sekali. Karena kemarin itu sangat banyak sekali ya (banding UKT) sampai saya pening, takut terlalu banyak. Ya gimana, sepanjang sudah ada buktinya yaudah kita penuhi. Kecuali tidak ada bukti, gak bisa. Misalnya, ada yang meninggal atau apa, itu fakta yaudah kita tolong. Pada intinya kita ingin yang kuliah disini menjadi aman, nyaman, membayar sesuai dengan kemampuan. Yang kaya kalau perlu nyumbang, tapi kan nggak ada sumbangan, nggak boleh. Hanya UKT.

Kenapa persyaratan banding cukup rumit?

Karena gini, banding ini kan untuk memberikan semacam keringanan, berarti ada syaratnya. kalau diluaskan nggak ada alat control. Siapa yang menjamin misalnya dia betul-betul perlu? Yang banding kan orang tua sebenarnya, orangtuanya mampu anaknya tidak, lah uangnya digunakan untuk yang lain.

Anggaran prioritas tahun ini dan tahun depan kampus untuk apa?

Jadi begini, kita kan sudah berkomitmen bagaimana anggaran itu harus tetap untuk bagaimana proses belajar mengajar tetap berjalan. Proses-proses akreditasi tetap berjalan. Karena kalau akreditasi ini tidak dikasih dana, bahaya juga. Jadi yang sangat dekat kalau dalam Bahasa fikih nya dharuriyat, pokok-pokok itu harus aman. Tapi yang tersier itu nggak masalah. Itu sudah kami jelaskan kepada para dosen dan alhamdulillah mereka juga menyadari. Wes poso bareng istilahnya. Kita tetap sekarang itu adalah untuk pendidikan. 

Adapun nanti kita mau bangun kampus dua, itu kita minta bantuan luar negeri atau bantuan pemerintah. Nggak mungkin membangun itu dari uang kita, nggak mungkin. Uang yang sudah ada nggak mungkin. Untuk pembangunan kampus dua itu, ada dua skema yaitu bantuan luar negeri dan bantuan dalam negeri. Tapi ini nggak boleh dua-duanya, harus salah satunya. Kalau dalam negeri goal berarti luar negeri nggak bisa. Semoga dapat yang besarlah kita.

Kenapa tidak ada transparansi anggaran kepada mahasiswa?

Saya kira dulu sudah pernah ya. Artinya gini, mana yang bisa di share mana yang tidak. Itu dulu zaman Pak Sahiron gitu. Jadi mana anggaran yang boleh di share dan tidak kita ikuti saja sesuai regulasi. Itu biasanya teman Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) yang tau. Itu ada. Nanti saya tanyakan ke Pak Kabiro, itu dishare di mana. Yang jelas, dana itu terbuka. Semua yang saya lakukan itu pimpinan-pimpinan harus tau semu.

Bagaimana perkembangan bisnis UIN hari ini?

Efisiensi ini berpengaruh. Karena misalnya kita punya hotel mestinya kalau tidak ada efisiensi yang nyewa banyak, sekarang berkurang yaudah kita terima aja. Tapi semakin kreatif lah ya. Ketua bisnis juga cari jalan keluar bagaimana caranya. Tentu penghasilannya ada hotel, penyewaan Multi Purpose (MP), macam-macam itu. Makanya sedang dikenai semuanya supaya tetap laku meskipun ada penurunan. Tapi saya yakin ini mulai beranjak lagi.

Kenapa masih ada pembayaran lain di luar UKT?

Karena itu belum masuk dalam rumusnya UKT. Sehingga saya kira nggak terlalu banyak, ya. Kita itu sebenarnya berusaha seminimal mungkin. Karena perguruan tinggi lain, masuk jalur mandiri itu ada uang masuk, kan kita nggak ada. Artinya udahlah pokoknya yang sifatnya tambahan-tambahan sangat minim.

Apa itu masuk ke bisnis juga?

Itukan bagian dari pengembangan lembaga. Artinya dana itu tetap untuk lembaga, untuk ini itu semuanya kembali ke UIN. Nggak ada yang personal, semuanya tetap untuk lembaga. Kita ingin lembaga ini bergerak terus toh? Listrik juga ini ya semuanya akumulasi semua itu. Sebenarnya semua adalah kembali ke kita.

Reporter Ridwan Maulana, Almuttaqin | Redaktur Ridwan Maulana | Fotografer Bahtiar Yusuf