Home BERITA Gelar Aksi Hari Tani Nasional, GNP Tolak Revisi UUPA dan Desak Reforma Agraria

Gelar Aksi Hari Tani Nasional, GNP Tolak Revisi UUPA dan Desak Reforma Agraria

by lpm_arena

Lpmarena.com–Berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Nasional Pendidikan (GNP) menggelar aksi peringatan Hari Tani Nasional pada Rabu (24/09) di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Dalam salah satu tuntutan, massa aksi menyerukan penolakan rencana revisi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Humas dari GNP, Vara, menyebut UUPA sangat bertentangan dengan kepentingan-kepentingan korporasi nasional dan juga kapitalisme global. Dengan adanya rencana revisi ini ditakutkan membuat UUPA tidak bisa menyelesaikan konflik-konflik agraria. Alih-alih memperbaiki masalah, hal ini akan menjadi potensi bagi elit untuk melibatkan kepentingan pribadi dalam proses revisi UUPA yang baru.

“Dan itu (UUPA) merupakan bentuk benteng terakhir masyarakat dalam mempertahankan tanahnya,” tegas Vara.

Melansir dari data sensus tahun 2018 yang dijalankan oleh Appalachian Regional Commission (ARC), rasio gini penguasaan lahan di Indonesia telah mencapai 0,70 persen. Angka ini menunjukkan ketimpangan kepemilikan lahan yang berada di tangan segelintir orang. Melihat ketimpangan ini, vara menyebut, negara harus segera melaksanakan program reform agraria yang menyasar pada redistribusi atas konsentrasi penguasaan lahan. 

Dalam UUPA 1960 Poin 5 yang mengatur redistribusi lahan, menyebutkan petani dibatasi menguasai minimal 5 hektar dan maksimal 15 hektar di daerah kota. Sedangkan, di wilayah yang tidak padat penduduk, lahan yang dikuasai petani minimal 5 hektar dan maksimal 20 hektar. Menurut Vara, kedudukan UUPA sangat penting guna menjadi payung hukum dalam menjalankan reforma agraria.

“Harapan kami cuma satu, cabut UUPA dari Prolegnas dan juga laksanakan reforma agraria sesuai mandat UUPA dan beserta program-program penunjangnya,” paparnya.

Menurut Vara, UUPA 1960 merupakan salah satu bentuk kemenangan pada masa awal pembentukan Indonesia oleh kelompok gerakan dan buruh tani. UUPA menjadi salah satu regulasi dengan tujuan melancarkan dan mengembangkan industrialisasi nasional.

Namun demikian, menurut Vara, alih-alih melaksanakan reforma agraria sesuai dengan mandat UUPA, pemerintah justru terus memojokkan sektor pertanian menurut skala ekonomi yang menguntungkan mereka. Seperti halnya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terus menggusur tanah-tanah pertanian, petani tidak memiliki hak kuat meskipun didorong dengan UUPA.

“Tapi nyatanya, sampai saat ini, tidak ada penyelesaian dari negara itu sendiri,” ujarnya.

Senada dengan itu, Misidah, anggota Kelompok Tani Karisma merasa dampak dari UUPA yang dimasukan ke dalam Prolegnas akan membahayakan keberlangsungan pekerjaan petani. Ia menyebutkan, lahan petani di Kulonprogo semakin sempit akibat alih fungsi lahan. Revisi pada UUPA berpotensi melibatkan kepentingan elit dalam mendorong pembangunan yang mengikis lahan pertanian.

Misidah turut menyoroti maraknya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Ia mengungkap, para petani pontang-panting oleh perubahan siklus iklim yang tidak menentu. Selain itu pula, kerusakan ekosistem berakibat pada perkembangbiakan hama berlebih turut menjadi faktor menurunnya penghasilan petani. Namun demikian, belum ada upaya pasti dari pemerintah untuk menanggulanginya.

“Harapan kami adalah (pemerintah) seperti (mengadakan) reboisasi, kemajuan, dan juga membangun iklim yang lebih baik,” pungkasnya saat diwawancarai ARENA. 

Reporter Rizqina Aida | Redaktur Ghulam Ribath