Lpmarena.com, Malam itu udara begitu dingin, mendung menyelimuti puncak gunung Lawu. Beberapa orang segera mencari tempat berteduh untuk menghindari hujan yang tiba-tiba turun. Begitupun Maridi selaku pemilik warung. Ia segera merapihkan barang dagangannya untuk menghindar dari derasnya hujan.
“Monggo, mampir. Daripada kehujanan di luar,” ajak pria 68 tahun asal Gondoauli itu. Ajakan itu ia lontarkan ketika banyak para pendaki yang mendirikan tenda-tendanya di depan warungnya, Maridi adalah pemilik warung satu-satunya yang ada di puncak gunung lawu.
Ketika berbicara mengenai keluh kesahnya selama berjualan, Pak Maridi, begitu ia disapa menjawab. “Keluh kesahnya ya kalau dagangan habis harus naik turun mbak, dan itu kami lakukan setiap dua minggu sekali. ketika kami turun untuk berbelanja warung kami tutup hingga 4 hari biasanya,” tuturnya dengan diikuti senyum tipis.
Menjadi penjual di tempat yang terbilang terpencil seperti puncak gunung lawu itu telah ia lakoni semenjak 38 tahun lalu. Tidak hanya di puncak Lawu, ia juga biasa berjualan di Argo Dalem. Dulu ia pernah bertemu dengan petugas perhutani, dan ternyata dari pihak Perhutani pun menyambut dengan positif atas usahnya untuk berjualan di puncak gunung. Dari sana ia juga mengembangkan usahanya yang pada dasarnya hanya berjualan sekedarnya saja. Ia menjual beberapa jenis makanan seperti gorengan, jajanan pasar, kopi, teh dan makanan ringan.
Menurutnya pekerjaan menjadi penjual di puncak gunung cukup memberi keuntungan yang memuaskan. “Kalau jualnya kami naikkan mbak, soalnya kami belanjapun harus naik turun gunung dengan jalan kaki,” imbuhnya.
Ketika musim pendakinya libur, ia mencoba menutup warung dan mencari bahan untuk berjualan sebanyak-banyaknya. Jurus yang sering ia pakai ketika berjualaan biasanya ramah, penuh senyum dan sabar terhadap pembeli. Karena menurutnya rezeki sudah diatur yang di atas. (Anis N. Nadhiroh)
Editor: Ulfatul Fikriyah