Lpmarena.com, Beberapa pekan lalu, kasus meninggalnya dua mahasiswi perempuan karena kasus seksual di Yogyakarta mengundang empati berbagai pihak khususnya dari aktivis-aktivis perempuan. Merespon hal itu Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY), One Billion Rising Yogyakarta, Perempuan Mahardika, dan beberapa LSM menggelar malam solidaritas #jogjailangroso (Jogja Kehilangan Rasa) bertajuk “Tribute to our sisters” di Nol Kilometer, Minggu (10/5) malam pukul 19.00-21.30 WIB.
Jogja Ilang Roso merujuk pada slogan Jogja Berhati Nyaman yang sekarang sudah tergerus dengan rasa tak acuh masyarakatnya. “Menyasar pada hilangnya kemanusiaan dan kepeduliaan di Yogyakarta,” kata Ika Ayu, aktivis JPY sekaligus koordinator solidaritas saat diwawancarai. Ika menginginkan agar orang-rang yang ada di Jogja tidak hanya diam dalam melihat fenomena ini. “Jangan diam kawan-kawan, jangan diam!” ujarnya semangat.
Salah satu dari kerabat korban kekerasan seksual yang meninggal baru-baru ini bernama Ilham juga menunjukkan duka yang mendalam. Dalam orasinya, pria paruh baya ini mengungkapkan seluruh emosinya dengan nada tinggi hingga membuat orang-orang yang menontonnya saling diam memperhatikan. Ia mengatakan bahwa kata-kata sudah hilang artinya dan konsep-konsep sudah lebur.
“Kami pihak pertama keluarga menuntut mengusut secepat-cepatnya! Aksi solidaritas ini tak ada artinya. Akan berarti pada Anda kalau yang mengalami adalah keluarga Anda semuanya!” tumpahnya berkaca-kaca. “Kami tak hanya butuh solidaritas, usut kasus ini sampai tuntas!” tambahnya. Ilham juga meminta pada pemerintah daerah korban berasal dan IKPMD tidak hanya jadi boneka dalam kasus ini.
Yab Sarpote, salah satu pengisi acara panggung solidaritas mengungkapkan bahwa solidaritas hanya aksi simbolis dan tempat bersekutu. Mengorganisir perempuan untuk bangkit berdiri. “Pertahanan diri paling besar adalah ketika perempuan berdaya akan dirinya sendiri,” ungkapnya sebelum bernyanyi.
Sementara itu, bila Yab mengungkapkan solidaritasnya lewat syair kritiknya berjudul Sajak Pembuka, Bagus Dwi Danto (Sisisr Tanah) yang juga menjadi salah satu pengisi acara membawakan puisinya tentang perempuan. Danto datang dari depan panggung, berdiri tegak di depan mik, tanpa gitar, hanya dirinya saja. Dia menutup mata dan meresapi tiap kata yang muncul dari mulutnya. Puncaknya ketika Danto berteriak dengan jantan mewakili laki-laki:
“Jadi hukumlah aku jika aku laki-laki tanpa hormat itu! Tapi teruslah hidup, terus berbagi. Kita hadapi sama-sama tapi tetap hidup……… Jadi hukumlah aku jika aku laki-laki! Jangan takut, terus melawan. Jangan takut melawan!”
Solidaritas diakhiri dengan doa bersama di pusat jalan Nol Kilometer membentuk lingkaran dan penyalaan lilin untuk semua korban kekerasan seksual. (Isma Swastiningrum)