Lpmarena.com, Seni ilustrasi berkaitan erat dengan dunia pendidikan. Karena suatu ilustrasi buku dapat mendekatkan anak didik pada realitas yang sebenarnya. Sehingga melalui pendidikan tersebut dapat mengenalkan anak pada realitas disekitar.
Hal tersebut disampaikan Romo Sindhunata, Kurator Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) saat Pembukaan Pameran Ilustrasi Buku Bacaan Di Kampoeng, pada jumat (22/01) di Bentara Budaya Yogyakarta. “Jaman dulu pendidikan sangat dekat dengan pengenalan anak akan realitas di sekitarnya. Sayang sekarang itu tidak lagi,” ujarnya yang akrab disapa Romo Sindhu.
Sejarah ilustrasi buku di Indonesia dimulai tahun 1848. Kala itu pemerintahan Belanda menerbitkan buku-buku pelajaran, namun hanya sebatas pada golongan bangsawan. Dibukanya sekolah Ongko Loro, HIS, Mulo, dan lainnya oleh Pemerintah Belanda, muncul pula sekolah-sekolah swasta seperti Taman Siswa yang membutuhkan buku-buku. Sehingga terbitlah buku bacaan untuk murid-murid dengan gambar ilustrasi yang dikerjakan oleh ilustrator kenamaan Belanda seperti C. Jetses, W.K De Bruin, Ishing, dan lain-lain.
Romo Sindhunata mengatakan bahwa seniman Belanda mempunyai minat yang tinggi terhadap kampung. Hal tersebut terlihat dari ilustrasi-ilustrasi pada buku bacaan untuk sekolah tingkat dasar, seperti Wulang Basa, Tiga Sekawan, Matahari Terbit, Di Kampung, dan sebagainya. “Jasa mereka mendekatkan anak didik pada realitas, sehingga pendidikan tidak jauh dari realitas yang mereka hadapi sehari-hari. Justru di dalam ilustrasi ini mereka ungkapkan semuanya,” jelas Romo Sindhu.
Menurut Romo Sindhu, saat ini banyak gambar-gambar abstrak modern yang dibuat tanpa mempunyai minat terhadap hidup harian yang begitu nyata. Suasana di kampung dengan kesederhanaan dapat menjadikan pembelajaran geografi yang komplit. “Bahwa kita ingin terlibat kembali kepada seluruh karya masa lampau supaya kita belajar, bahwa sekarang pun siswa-siswa kita masih membutuhkan kedekatan dengan lingkungan seperti yang dibuat dulu di jaman kolonial,”
Pameran Ilustrasi Buku Bacaan Di Kampoeng ini diselenggarakan pada 22-30 Januari 2016. Untuk menghidupkan ilustrasi-ilustrasi yang aslinya berwarna hitam putih tersebut, BBY bekerja sama dengan beberapa seniman mendaur ulang dengan tampilan berwarna. “Karya yang ditampilkan diambil dari buku lama, lalu di warnai oleh para seniman,” ujar Romo Sindhu. Para seniman tersebut antara lain, Bambang Pramudianto, Felix S. Wanto, Hermanu, Melodia, Susilo Budi Nugroho, dan Yuswantoro Adi.
Reporter: Alifah Amalia
Redaktur: Lugas Subarkah