Oleh: Anisatul Ummah*
Dari Hari Kartini, Hari Ibu, sampai Hari Perempuan Internasional. Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April, Hari Ibu diperingati pada tanggal 22 Desember sebagai perayaan nasional dan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day diperingati setiap tanggal 8 Maret, semuanya peringatan spesial bagi perempuan. Bagaimana tidak? Di Hari Kartini para pelajar dan semua kalangan akan memuja-muja tokoh perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan jasanya dalam memperjuangkan hak bersekolah bagi perempuan. Di Hari Ibu semua orang akan mengucapkan terima kasih yang sekasih-kasihnya kepada ibu, dan meminta maaf semaaf-maafnya kepada ibu. Di Hari Perempuan Internasional perempuan akan menuntut hak sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan. Eitsss, kesejahteraan bersama ya, bukan perempuan saja.
Hari Karini, Hari Ibu dan Hari Perempuan Internasional memiliki sejarah masing-masing dan ketiganya diperingati di Indonesia. Hari kartini diperingati sebagai wujud ucapan terima kasih kepada R.A.Kartini karena jasa-jasanya sehingga perempuan Indonesia memiliki hak pendidikan yang sama dengan laki-laki atau emansipasi perempuan dalam dunia pendidikan. Peringatan tanggal ini diresmikan pada Kongres Perempuan Indonesia 1938.
Hari Ibu biasanya diperingati dengan membebastugaskan semua peran domestik yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan, seperti mencuci, memasak, mengurus anak, dan lain-lain. Dalam peringatan Hari Ibu anak-anak dan suami akan mengerjakan tugas rumah tangga seorang ibu sebagai wujud ucapan terima kasihnya kepada sang ibu, sang mamak, sang mamah, sang bunda, sang biyung, ataupun sang simbok. Tunggu dulu, saya tidak setuju dengan alasan diperingatinya Hari Ibu ini. Kenapa tugas domestik masih dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Hal ini sepertinya yang perlu diluruskan, bahwa pekerjaan domestik dan publik tidak ada pelabelan yang ini pekerjaan perempuan dan ini pekerjaan laki-laki. Ingat perempuan berbeda dengan laki-laki hanya pada tataran biologis, tapi dalam tataran gender kita sama loh. Saya rasa hari ibu tidak perlu diperingati jika masyarakat sadar akan hak yang egaliter dalam pekerjaan.
Coba kawan-kawan pikir, kenapa Imroatussyaiton eh setan itu dimasukkan ke dalam neraka? Jawabannya adalah karena setan itu congkak dan merasa lebih tinggi dari Adam. Setan dibuat dari api sedangkan adam dari tanah. Makanya Tuhan marah karena Tuhan menganggap semua makhluknya sama alias egaliter di hadapannya. Kata guru ngaji saya yang membedakan adalah amal dan perbuatan masing-masing hambanya. Sama dengan masyarakat kita yang beberapa. INGAT beberapa loh ya masih memiliki pola pikir patriarki padahal kan saya (perempuan) dan kamu (laki-laki) memiliki hak yang sama alias egaliter.
Kembali ke Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day. Perayaan Hari Perempuan Internasional pertama kali dikemukakan pada abad ke-20 di tengah-tengah gelombang industrialisasi dan ekspansi ekonomi. Kaum perempuan dari pabrik pakaian dan tekstil mengadakan protes pada 8 Maret 1857 di New York City.
Di Jogja tahun ini hari perempuan internasional diperingati oleh komite perjuangan perempuan dengan total 31 satu tuntutan. Weladalah, okeh tho cah. Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya. Eh, bukan maksud saya, yang pertama adalah turunkan harga kebutuhan pokok, (2) Kesetaraan hak dan perlakuan adil di tempat kerja dan ruang publik, (3) Naikan upah 100% dan upah yang setara untuk kerja yang setara, (4) Sahkan RUU PRT dan RUU Perlindungan Buruh Migran Indonesia (BMI), (5) Bebaskan Rita Krisdianti dan semua BMI dari ancaman hukuman mati, (6) Cuti menstruasi, cuti melahirkan dan merawat anak, juga cuti bagi pendampingan melahirkan tanpa syarat, (7) Jaminan hak dan kesejahteraan bagi perempuan yang mengambil cuti menstruasi dan melahirkan, (8) Cuti hamil minimal sembilan bulan dengan tetap diupah, (9) Terapkan delapan jam kerja/hari atau lima hari kerja bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Buruh Migran Indonesia (BMI), ila akhirihi.
Tuntutan ini bukan tanpa alasan, sebagian perempuan memang masih terdiskriminasi. Saya salut dengan para perempuan yang memperjuangkan hak kaumnya dan lebih dari itu hak seluruh masyarakat Indonesia. Kalian Luar Biasa.
*Penulis mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga.