Home - Kritik Maritim dalam Pentas SILAHKANNONTON

Kritik Maritim dalam Pentas SILAHKANNONTON

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com, Hilir mudik langkah kaki memasuki ruang pentas teater di Hall STPMD-APMD Yogyakarta. Pada Selasa (8/3), menjelang malam pukul 19.30 WIB para pegiat seni meramaikan pentas bertema SILAHKANNONTON yang diadakan oleh Komunitas Teater Gerhana.  Tema ini bermakna agar terjalin silahturahmi antara pertunjukkan dan penonton.

Pertunjukkan mempersembahkan penampilan dari Teater Gerhana dengan judul Ombak Banyu, disusul pertunjukan dari BOM-F Seni Budaya UIN Sunan Kalijaga dengan judul Lautan Jilbab, juga diramaikan oleh komunitas NAMA Yogyakarta dengan judul Balada Sehelai Daun.

Menurut Widyo selaku bagian kesiswaan STPMD-APMD dalam sambutannya menyatakan seni merupakan proses transformasi nilai-nilai. “Dalam seni kita menghilangkan sekat-sekat paham, sekat-sekat ideologi dan menyatukan supaya kita dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya,” katanya.

Di sela-sela pertunjukkan SILAHKANNONNTON banyak menyuarakan kritik-kritik sosial, baik melalui teater atau sajak-sajak  yang dibacakan. Di mana belum tuntasnya kemiskinan, seolah kejayaan Sriwijaya hanya menjadi dongeng di masa lalu. Telah kita ketahui bersama Kerajaan Sriwijaya pada zaman kejayaan berhasil menjadi kekuatan maritim nusantara dan ditakuti banyak kerajaan lain.

Telah diceritakan keadaan Indonesia yang memiliki lautan luas dan kekayaan alam di dalamnya sangat melimpah. Namun sebagai pemilik tidak merasakan hasil laut sendiri, hanya menjadi korban para penguasa. Seperti yang tercermin dalam lakon Ombak Banyu karya Djaky W.S.

Ombak Banyu mengisahkan tentang potret kehidupan sebuah keluarga  nelayan dengan hidup pas-pasan. Anggota keluarga berjumlah empat orang terdiri dari seorang ayah yang berprofesi nelayan, ibu, dan kedua anaknya laki-laki sebagai si sulung, dan anak perempuan sebagai si bungsu. Setiap harinya ayah bekerja sebagai nelayan dengan menggunakan jala-jala sederhana buatan sendiri. Suatu ketika si sulung meminta merengek kepada sang ayah untuk pergi berlayar.

Namun sang ayah tetap bersikukuh untuk menolak permintaan, sebelum pergi sang ayah berpesan: “Nak belajarlah yang rajin kelak kamu akan menjadi orang besar”. Si sulung mendengarkan dan melaksanakan perintah ayah. Di laut yang ganas sang ayah berusaha keras untuk menangkap banyak ikan.

Namun apa daya ombak yang ganas dan alat yang tradisional dan sederhana akhirnya dia tidak mendapatkan satu ikan pun. Sang ayah pulang dengan tangan hampa, ia merasa kesal dan kecewa. Di lain sisi terdapat perahu modern dan perlengkapan yang lengkap, dengan mudahnya mereka menangkap ikan-ikan dan mengeksploitasi lautan hanya segelentir kelompok kecil. Perlawanan oleh si sulung dilakukan supaya sang ayah bisa melaut, tapi apa daya dia hanya rakyat kecil.

Di sesi terakhir pertunjukan para pemain berkumpul memberikan salam hormat kepada penonton, dan sorak sorai dan tepuk tangan menandai berakhirnya semua urutan acara tersebut.

Reporter: Dewi Anggraini

Redaktur: Isma Swastiningrum