Lpmarena.com, Dalam tahun 2016 ini telah terjadi kasus lima kematian orangutan dalam dua daerah yang berdekatan, Kutai Timur dan Kota Bontang, Kalimantan Timur. Tiga mati terbakar, satu mati terapung di sungai, dan satu mati karena kebutaan dan terjerat kakinya hingga patah, yang ditemukan dekat permukiman penduduk.
Merespon isu-isu kekerasan terhadap orangutan di atas, Center for Orangutan Protection (COP) bekerjasama dengan Gigi Nyala menggelar Art For Orangutan dengan tema Menolak Punah yang bertempat di Asmara Art and Coffee Shop, pada Senin (26/09). Acara ini mengundang seniman visual untuk turut merespon isu orangutan dengan karyanya yang kemudian akan dipamerkan dan dilelang sebagai bentuk kampanye melindungi kelestarian satwa liar pada 26-29 November mendatang di Jogja Nasional Museum.
Dani, koordinator dari COP menuturkan, orangutan adalah hama bagi bisnis kelapa sawit. Keberadaan orangutan telah mengurangi keuntungan yang didapat perusahaan. Fenomena semacam ini yang kemudian menyebabkan praktik pembunuhan orangutan menjadi kewajiban bagi perusahaan kelapa sawit. “Pemburu diberi upah setengah hingga satu juta per potongan tangan orangutan yang mereka tunjukkan ke perusahaan.”
Ekspansi manusia berupa perkebunan kelapa sawit dan permukiman ke habitat orangutan telah menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup hewan ini. Intensitas perburuan orangutan sebagai hama memang sudah mulai berkurang sejak 2011, tapi belum bisa dikatakan berhenti. Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian adalah perdagangan ilegal. Biasanya orangutan yang diperdagangkan adalah yang masih bayi, untuk mengambil bayinya, pemburu harus membunuh ibunya.
Saat ini orangutan telah menempati posisi ke dua dalam peringkat perdagangan ilegal dunia, yang pertama adalah narkoba, dan ke tiga senjata api. Tahun 2003 Kompas mencatat kerugian negara akibat perdagangan satwa liar mencapai 100 triliyun per tahun. “Isu orangutan kita jadikan pintu untuk kelestarian satwa liar lainnya, seperti ular, burung,” kata Dani.
Pembukaan pameran yang berlangsung dengan diiringi rintik gerimis itu dihangatkan oleh penampilan musik dari Tetralogi, Half Eleven Pm, Kopibasi, Miskin Porno, Stainzters, Banana For Silvy, dan Talamariam. Beberapa seniman yang sudah memajang karyanya di antaranya Andrew Antitank, Alfin Agnuba, Adek Dimas Ajisaka, dan yang lainnya. Pemutaran film dokumenter dan penjualan merchandise juga turut menyemarakkan Asmara Art and Coffee Shop malam itu.
Reporter: Lugas Subarkah
Redaktur: Isma Swastiningrum