Home BERITAKABAR JOGJA UGM Dinilai Tidak Serius Tangani Kasus Pelecehan Seksual

UGM Dinilai Tidak Serius Tangani Kasus Pelecehan Seksual

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Published on November 11, 2018

Mahasiswa yang tergabung dalam #KitaAgni menilai UGM tidak serius menindaklanjuti kasus pelecehan seksual. Alih-alih menindak tegas, pelaku justru masuk daftar wisudawan November 2018.

Lpmarena.com- Suara peluit dan kentongan bertalu-talu saling bersautan di taman San Siro Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FIsipol) UGM Yogyakarta pada Kamis siang (8/11. Di Jawa, bunyi kentongan dengan ritme cepat dan hitungan tidak terhingga menandakan adanya bahaya. Banner warna putih bertuliskan beberapa tuntutan agar kampus menindaklanjuti kasus pelecehan seksual juga dibentangkan. Pada siang hari, banner itu semakin dipenuhi tanda tangan. Di Fisipol, bunyi ini menjadi simbol adanya darurat kekerasan seksual di kampus. Beberapa mahasiswa mengamati dari balkon lantai 2 fakultas.

Mahasiswa yang tergabung dalam aksi solidaritas #KitaAgni hilir mudik, membacakan puisi, dan melayani wartawan. Mahasiswa lain juga berdatangan membubuhkan tandda tangan pada petisi yang menuntut agar kampus segara menindak kejahatan ini.

Cornelia Natasya, Humas Aksi Solidaritas #KitaAgni, mengatakan, UGM belum menindaklanjuti kasus ini dengan tegas. Padahal kampus memiliki wewenang. Lebih darinitu, bahkan dia menilai kampus sangat abai. “UGM sebagai institusi pendidikan sama sekali tidak berpihak pada korban,” kata Natasya ketika ditemui ARENA di sela-sela aksi.

Agni merupakan nama samaran dari penyintas tindak pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi Fisipol UGM saat mengikuti program kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku pada 2017 silam. Kasusnya diketahui publik setelah media kampus Balairung menerbitkan laporan investigasi dengan judul “Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan” pada 5 November lalu.

Menurutnya, sebenarnya korban memiliki hak penuh untuk membawa kasusnya ke jalur hukum. Namun, di sisi lain kampus juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan keputusan. Alih-alih menindaklanjuti kasus dengan transparan kepada publik, pelaku justru sudah masuk dalam daftar wisudawan bulan November tahun ini. “Kenapa keputusan yang dibuat membiarkan pelaku masuk ke daftar wisudawan dan hukumannya tidak diupdate ke penyintas sama sekali,” kata Natasya menyayangkan.

Mereka yang tergabung dalam aksi #KitaAgni menuntut agar kampus menyampaikan pengakuan kepada publik bahwa tindak pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran berat. Selain itu mereka juga menutut agar kampus mengeluarkan civitas akademika UGM yang menjadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual, serta memberikan teguran keras bahkan sanksi bagi civitas akademika UGM yang menyudutkan penyintas pelecehan dan kekerasan seksual—yang tidak lain merupakan tindakan victim blaming.

Dekan Fisipol Erwan Agus Purwanto yang turut hadir dalam aksi tersebut, mengatakan, pihaknya akan terus menuntut universitas untuk menuntaskan kasus ini. “Sejak akhir 2017 Fisipol telah bersurat kepada pimpinan universitas untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan,” jelasnya setelah ikut menandatangani spanduk tuntutan aksi solidaritas KitaAgni.

Erwan juga mengajak kepada mahasiswa untuk mengawal kasus ini bersama-sama. Ia juga berterimakasih kepada Balairung karena liputan investigasinya kasus ini menjadi diketahui publik luas. “Agar kasus ini segera dituntaskan oleh pimpinan universitas dengan seadil-adilnya. Terutama keberpihakan kita terhadap penyintas,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Natasya mengungkapkan bahwa gerakan #KitaAgni merupakan permulaan dan masih ada aksi-aksi selanjutnya. Hal ini dikarenakan masih banyak korban pelecehan seksual lain. “Agni tidak hanya satu, Agni masih banyak. Banyak yang belum diselesaikan di dalam UGM. Jadi akan ada aksi selanjutnya, akan ada gerakan selanjutnya.”

Pernyataan berbeda justru keluar dari Dekan Fakultas Teknik, Nizam. Ia berdalih kampus tidak menutup-nutupi kasus ini. Melainkan melindungi korban dan pelaku. Menurutnya fungsi lembaga pendidikan untuk melindungi, bukan menghakimi. Padahal, seperti kata Natasya, kampus memiliki wewenang. “Lembaga hukum yang harus mengekspos dan memberitakan,” tuturnya kepada awak pers mahasiswa di Fakultas Teknik UGM, kemarin sore.

Reporter: Ach. N. Luthfi, Syakirun Ni’am

Redaktur: Syakirun Ni’am

Foto: Fidya L.S.

 

berita ini merupakan hasil reportase bersama yang dilakukan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Arena, Ekspresi, Himmah, dan Poros.