Home BERITA Ekoteologi dalam Bayang-bayang Pengelolaan Sampah PBAK

Ekoteologi dalam Bayang-bayang Pengelolaan Sampah PBAK

by lpm_arena

Terlalu banyak kampus mengobral ekoteologi, tetapi sejauh mana kegiatan besar tahunan PBAK menyeriusinya?

Lpmarena.com– Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) UIN Sunan Kalijaga telah usai. Acara tersebut berlangsung selama tiga hari, terhitung sejak Rabu-Jumat (20-22/08) dan diikuti sekitar 5.159 mahasiswa baru. Namun dibalik semua itu, sampah yang dihasilkan dari acara tersebut tidak sedikit, terlebih sampah dari bekas konsumsi mahasiswa baru menggunakan plastik atau wadah sekali pakai. 

Hasil pantauan ARENA selama di lapangan, kardus dan thinwall banyak digunakan untuk wadah konsumsi mahasiswa baru. Kamila Nazlina, Ketua PBAK Universitas, menerangkan penggunaan thinwall untuk konsumsi merupakan arahan dari pihak rektorat. Menurutnya hal itu sebagai solusi untuk mengurangi sampah selama kegiatan PBAK berlangsung.

Selain itu, Kamila menyampaikan, sampah hasil PBAK seringkali menumpuk bahkan berserakan. Hal tersebut, menurutnya bisa mengganggu fokus mahasiswa baru ketika acara stadium general. Maka ia menghimbau kepada panitia PBAK fakultas untuk tidak menggunakan wadah sekali pakai.

“Kita usahain gimana caranya biar ngurangin sampah saat PBAK. Solusi dari kami, ya pake thinwall,” ujar Kamila.

ARENA kemudian mewawancarai salah satu panitia dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), sebagai salah satu fakultas yang menggunakan thinwall sebagai wadah konsumsi.  Nabbi’urrifqi, ketua Panitia PBAK FDK, menjelaskan sebenarnya penggunaan thinwall masih dianggap kurang efektif. Tapi karena minimnya anggaran, akhirnya mau tidak mau harus menggunakan thinwall.

Ia juga menerangkan, Panitia PBAK FDK mulanya ingin menggunakan wadah yang reusable dari vendor. Keinginan itu supaya bisa meminimalisir sampah PBAK yang dari tahun ke tahun kurang optimal pengelolaanya. Tidak hanya itu, lanjut Rifqi, dengan menggunakan wadah yang reusable supaya ada fakultas yang mengusung zero waste.

“Pengen ada yang namanya fakultas zero waste, jadi meminimalisir sampah. Gimana caranya PBAK sekarang ga pakai kardus semua,” ujarnya.

Tapi menurut rifqi, sapaan Nabbi’urrifqi, penggunaan thinwall untuk wadah konsumsi sudah termasuk dalam kategori baik. Hal tersebut bisa menjadi langkah terakhir apabila memang penggunaan wadah yang reusable tidak bisa diimplementasikan pada PBAK saat ini. Maka, ia mengimbau kepada mahasiswa baru supaya thinwall tersebut tidak hanya dipakai sekali, tapi bisa dimanfaatkan dan dipakai beberapa kali.

Konsumsi untuk mahasiswa baru. (Foto: Fathia Fajrin)

Managemen Pengelolaan Sampah yang terpecah-pecah

Pengelolaan sampah pada PBAK tahun ini diserahkan ke masing-masing fakultas. Menurut pantauan ARENA, ada fakultas yang mengimbau agar wadah makannya dibawa ketika pulang, ada yang dikumpulkan, dan ada yang bekerja sama dengan tim pemerhati lingkungan di fakultas masing-masing, seperti Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan FDK.

Patut diketahui FITK bekerja sama dengan Sustainability Unit Biology Education (Sinbion) untuk mengelola sampah bekas makan siang dan snack. Sedangkan FDK bekerja sama dengan Climate Warrior dalam pengelolaan sampahnya. Keduanya merupakan komunitas peduli lingkungan yang berbasis di fakultas.

Rifqi juga menjelaskan, fakultasnya mewajibkan kepada mahasiswa baru untuk membawa pulang thinwall dalam keadaan kosong. Sementara sampah residu yang ada di dalamnya untuk dibuang yang kemudian akan dikelola oleh komunitas Climate Warrior.

Tidak hanya itu, lanjut Rifqi, komunitas Climate Warrior juga telah mensosialisasikan mengenai penggunaan thinwall supaya bisa digunakan beberapa kali. Hal itu dilakukannya sebelum PBAK berlangsung. Dengan harapan, mahasiswa baru tidak langsung membuang thinwall yang telah mereka gunakan.

“Kita minta bantu Climate Warrior untuk sosialisasi terkait penanganan dan pengelolaan sampahnya,” ujar Rifqi.

Tidak jauh berbeda dengan FDK, Alfi, koordinator konsumsi PBAK FITK, menyampaikan FITK bekerja sama dengan Sinbion terkait pengelolaan sampah bekas konsumsi mahasiswa baru. Panitia Konsumsi PBAK FITK membagikan trash bag bertuliskan klasifikasi sampah berdasarkan jenisnya. Ia merinci jenis sampah tersebut diantaranya adalah, plastik, organik, dan kardus.

Meski begitu, Alfi menerangkan, fakta dilapangan tidak semudah yang dikira. Kurangnya kesadaran mahasiswa baru untuk membuang sampah berdasarkan jenisnya menjadi masalah utama. Pasalnya, Komunitas Simbion kemudian harus memilah ulang sampah-sampah yang telah ada di trash bag, dan hal itu menurutnya memakan waktu juga tenaga.

“Kita udah sosialisasi mengenai pemilahan sampah ini dalam bentuk pamflet dan vidio, tapi masih ada yang nyampur,” terangnya.

Sistem Pengelolaan Sampah yang Belum Pasti

Kepala Bagian Umum, Radiman, memaparkan kampus bekerja sama dengan pihak lain atau outsourcing dalam mengelola sampah yang dihasilkan. Menurutnya, skema yang berlaku mengenai pengelolaan sampah sudah berdasar Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan sejak awal.

Ia juga menjelaskan bahwa kampus belum memiliki sistem atau SOP mengenai pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.  Jadi menurutnya, hal itu juga yang menyebabkan sampah yang telah dipilah di masing-masing fakultas kembali tercampur ketika sampah diangkut ke dalam mobil truk.

“Untuk SOP  hanya seputar kebersihan halaman, jalan masuk, dan area tertentu dibersihkan dua kali. Seperti itu regulasinya. Kemudian sampah itu ditempatkan di TPS sebelum sampah itu diangkut,” paparnya.

Meski saat ini sampah masih belum terkelola dengan baik karena sampah yang dibuang masih tercampur, tetapi Radiman mengatakan bahwa kampus ini terus beranjak menuju Eco Green Campus. Ia juga berharap untuk seluruh civitas akademika UIN Suka memiliki kesadaran terhadap keberlanjutan lingkungan.

Sementara itu, Fathan Darmawan, ketua Climate Warrior pun mengingatkan supaya kampus mencari cara agar sampah konsumsi yang dihasilkan bisa seminim mungkin dan bisa dikelola dengan baik. Hal itu ia sampaikan mengingat jumlah mahasiswa baru semakin banyak. Menurutnya, semakin banyak mahasiswa baru jika wadah konsumsinya masih menggunakan bahan sekali pakai dan pengelolaan sampahnya masih sama, maka akan semakin banyak menghasilkan sampah.

“Kalau misalnya pemberian konsumsi itu masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, maka semakin banyak mahasiswa yang mendaftar di UIN Suka akan semakin banyak juga sampah yang dihasilkan,” jelasnya. 

Kampus Ekoteologi Masih Menjadi Mimpi

Meski konsep ekoteologi sering kali didengungkan oleh kampus, tetapi fakta di lapangan memperlihatkan kondisi ini masih jauh di awang-awang. Misalnya saja, dalam sambutannya pada pembukaan PBAK, Rektor UIN Suka, Noorhaidi Hasan, menyampaikan bahwa kampus ini berada posisi paling depan dalam menjalankan visi atau konsep ekoteologi.

“Ini visi Pak Menteri Agama kita, yang memberikan sambutan melalui layar televisi. Ia berkomitmen untuk menyebarluaskan kurikulum cinta dan ekoteologi,” begitu ucapnya. 

Lebih jauh, Radiman juga menuturkan bahwa UIN terus mengupayakan agar menjadi kampus hijau. Menurutnya, di beberapa tempat, di kampus sudah menyediakan sejumlah ruang hijau. Selain itu, ia juga menceritakan tentang fakultas-fakultas yang sudah memiliki fasilitas pengisian air minum. Hal itu bertujuan untuk mengurangi penggunaan botol plastik. 

Meski belum ada implementasi yang jelas mengenai konsep ekoteologi ini, tapi Radiman berharap dimulai dari sampah bekas konsumsi untuk dapat dikelola atau dipilah secara mandiri. Terlebih untuk thinwall bekas wadah konsumsi PBAK supaya tidak langsung dibuang, tapi juga bisa dimanfaatkan atau dipakai lagi.

“Ayolah kita bareng-bareng menciptakan kondisi lingkungan hijau, nyaman, dan juga humanis,” harapnya.

Sementara di sisi lain, menurut Dosen Pendidikan Biologi, Annisa Firanti, penggunaan thinwall sebetulnya kurang efektif. Apa yang diharapkan sebetulnya adalah tentang bagaimana mengurangi sampah, bukan untuk menambah sampah atau membuatnya praktis.

Padahal seharusnya, lanjut Fira, kampus memikirkan cara bagaimana PBAK ini bisa mengurangi penggunaan plastik maupun bahan yang hanya sekali pakai. Tak berhenti di situ,  ia berharap acara PBAK ini juga menjadi momen untuk memunculkan rasa cinta dan peduli lingkungan.

“Harapannya mengawali kedepannya ketika kebiasaan mereka kuliah. Mudah-mudahanan engga berhenti sampai di PBAK aja, tapi terbiasa untuk kedepannya,” pungkasnya.

Reporter Fathia Fajrin | Redaktur Rizqina Aida