Home CATATAN KAKI Pemilwa, P-nya apa?

Pemilwa, P-nya apa?

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

oleh: Fauzi Ahmad*

P

P

P, Pemilwa

Bayangan bangun pagi-pagi yang paling ideal adalah bangun dengan kecukupan tidur–8 jam sehari katanya—menuju kamar mandi untuk bersemedi sambil membawa satu batang rokok yang disisakan semalam, kemudian beranjak menyeduh kopi temanggung dari kawan baik. Namun pagi ini sepertinya tidak begitu, dibuka dengan beredarnya poster-poster pemilwa dalam layar genggam yang menonjok mata, turut diikuti dengan stiker whatsapp dan ajakan-ajakan ngevote calon dari masing-masing partai. Pagiku hancur total.

Jika berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, 2 tahun ini SEMA mengeluarkan sebuah terobosan baru dalam UU PEMILWA yang berisi pemecatan atau pemberhentian anggota KPUM dengan alasan “tidak berkontribusi”. Sebuah alasan yang cukup absurd (dibaca kocak) untuk dijelaskan dan menyebabkan banyak pertanyaan muncul, yang pada akhirnya akan dikembalikan pada kalimat “tidak berkontribusi” lagi oleh SEMA ketika diwawancarai tentang pemecatan KPUM, dan akan terus bertawaf dalam kalimat tersebut sebanyak 7 kali.

Seingatku 2 tahun lalu tepatnya pemilwa 2022, syarat pemberhentian atau pemecatan KPUM hanyalah; meninggal dunia, menderita penyakit yang menyebabkan berhalangan tetap dan melanggar tata tertib mahasiswa UIN dalam tingkat yang berat. 

Mungkin karena kasus KPUM masuk bursa Pemilwa merupakan sebuah “adat” tahunan yang kerap dilakukan dan menimbulkan keresahan bagi beberapa mahasiswa yang membaca UU Pemilwa. Maka, diperlukanlah sebuah pasal karet sebagai jawaban brilian atas “adat” yang sudah dibangun sejak dahulu ini. Dengan itu SEMA mempersembahkan sebuah mahakarya berupa UU PEMILWA PASAL 8 ayat 2 huruf d yang berpotensi memperlancar masalah-masalah yang kerap terjadi di tahun sebelumnya.

Contoh dari penambahan poin dalam UU Pemilwa tersebut bisa kita lihat juga dalam Pemilwa tahun ini. Aku menemukan 2 contoh “adat” tahunan seperti yang sudah-sudah, satu sebagai calon wakil ketua HMPS, dan satunya sebagai calon wakil ketua Dema Universitas. Keduanya merupakan mantan KPUM yang terdaftar sebagai anggota KPUM. Namun, belakangan dinyatakan tidak berkontribusi dan tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai bagian dari KPUM, sehingga diberhentikan dan lancar untuk menjadi calon dalam kontestasi Pemilwa tahun ini. Happy Ending.

Dalam sebuah berita yang ditulis oleh Niswatin Hilma beberapa hari lalu, ia mencoba menghubungi pihak terkait—Melani Febriana, mantan KPUM bermasalah, yang mencalonkan diri sebagai wakil ketua HMPS. Ternyata ia menyatakan tidak pernah mencalonkan diri sebagai KPUM dan tidak pula mengetahuinya. 

Kok bisa ya, apa jangan-jangan ada hantu di UIN. Iih serem ada hantu yang bisa masukin nama ke KPUM.

Calon lainnya, mantan KPUM bermasalah yang mencalonkan diri sebagai Wakil DEMA Universitas—Anisa Dika Rahayu. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Menurut ketua SEMA ia diberhentikan dengan surat pemberhentian pada 8 Desember 2024 dengan alasan jitu dalam mahakarya—tidak berkontribusi. 

Wah, kebetulan banget tuh tanggalnya sama kayak hari penetapan calon. Lho kok bisa?

Penetapan pasangan calon Ketua dan Wakil Ketua DEMA Universitas yang seharusnya sudah ditetapkan sejak tanggal 8 Desember 2024, disulap menjadi tanggal 12 Desember 2024. Dengan alasan yang saya tidak tahu juga sih, soalnya dari Instagram KPUM-U juga nggak ngasih alesan. 

Coba kalian bayangkan jika mahakarya sebelumnya tidak terbentuk, bagaimana bisa Melani dan Annisa, Mantan KPUM Bermasalah, meloloskan diri dari cengkeraman UU Pemilwa sebelum-sebelumnya. 

Tapi bisa deng, karena dalam sebuah liputan yang ditulis oleh Atikah Nurul Ummah pada 23 Desember 2022 menggambarkan keanehan ini secara jelas. Dalam berita tersebut para mantan KPUM bermasalah ini sangatlah sulit untuk dihubungi. Ada yang beralasan sakit—mungkin sakit keras agar cocok dengan UU Pemilwa saat itu untuk mengundurkan diri dari KPUM dan ada juga yang sok seleb dan jual mahal—tidak bisa dihubungi.

Pada akhirnya dalam berita tersebut pihak mantan KPUM yang bermasalah tidak memberikan alasan terkait pengundurannya, dan melemparkan masalah ini kepada KPUM dengan alasan “menghargai keputusan KPUM”. Ya, kalian bisa menebak lah akhir kisah percintaan ini. Betul, Mantan KPUM Bermasalah tersebut menjadi calon terpilih dan tidak ada jawaban sama sekali yang masuk hingga saat ini.

Melanjutkan perihal kemoloran timeline penetapan Paslon, KPUM tetap bersikeras untuk melaksanakan pencoblosan di hari Senin, 16 Desember 2024 dengan segenap keruwetan sakdalfnajfafuckdiahfa (dibaca Pemilwa) yang telah terjadi. Bukankah jika KPUM bisa menjadi panitia yang sangat sabar dalam mengurus Penetapan Paslon yang katanya rumit, ribet, bermasalah, dan susah, seharusnya tidak grasak-grusuk juga gak sih, buat menjalankan pencoblosan. Kan itu bisa berpotensi rumit, ribet, bermasalah, dan susah juga.

Terlebih tanggal 13 yang seharusnya sudah ditetapkan sebagai hari dilaksanakannya kampanye dialogis dan monologis tidak terlaksana. Dikarenakan adanya aksi demo mahasiswa yang ditujukan kepada pihak SEMA dan DEMA terkait mantan KPUM bermasalah yang mencalonkan diri sebagai Wakil ketua DEMA Universitas dengan segala problematikanya. Namun sayangnya setelah Demo ini selesai, Ketua SEMA menyampaikan berita duka karena Kampanye dialogis dan monologis dianggap terlaksana, meskipun tidak dilakukan. Sedih.

Kalau dipikir-pikir gimana kita mau tau calon-calon ketua yang akan membawa UIN sampai ke luar angkasa (ga jaman mendunia doang) ya kan, kalau kampanye dialogis dan monologis dianggap terlaksana meskipun tidak dilakukan. Kami ingin mendengar suara-suara merdu, dan wangi kasturi dari mulut mereka yang menebarkan janji-janji Firdaus di tengah hujan desember. Pusing deh, akhirnya cuma bisa baca pamflet yang ga estetik-estetik amat di ig masing-masing KPUM. Mending ngomong sama tembok, ngomong sama tembok juga enak.

Jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, sepertinya tahun ini memiliki aksi demo yang cukup ramai dan lama karena dilakukan lebih dari sehari dan berlangsung hingga malam hari. 

Tapi kenapa ya demonstrasi kemarin bisa rame? 

Pasalnya dalam beberapa demonstrasi terakhir seperti UKT, PKL Kawulo Alit—btw ini PKL di kawasan UIN, PKL Malioboro, UMR Jogja yang kayak keterbukaan informasi KPUM—kecil—dan demo-demo lainnya kurang diminati. Mungkin agent of change maksudnya adalah change focus dari kemanusiaan menuju kekuasaan. Kalo emang begitu ceritanya keren banget sih mahasiswa sekarang sudah jago maen kuasa-kuasaan. 

Pada akhirnya Pemilwa kali ini berjalan seperti yang tahun-tahun sebelumnya tanpa kemajuan sama sekali. Pasangan bermasalah tetap melanjutkan karir politiknya dengan lancar, undang-undangnya juga semakin keren dan banyak typonya (ini sekelas UU yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat kita loh). Demonstrasi juga cuma jadi kejadian hangat yang bisa diikuti seperti nonton serial Naruto, setelah pemeran utama mendapatkan gelarnya sebagai Hokage, filmnya selesai dan selesai juga ceritanya. Lalu Instagram KPUM juga terlihat biasa-biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa, positive vibes banget panitia-panitiaku.

Jadi teringat sebuah tulisan untuk menghadapi wabah Pemilwa ini yang ditulis Faridz 3 tahun lalu dalam kolom Catatan Kaki. Ia menyebutkan problematika Pemilwa seperti yang sudah dijelaskan secara panjang lebar di atas. Dan semua ini merupakan kebobrokan yang tidak terselesaikan selama 3 tahun jika dihitung dari tulisan tersebut.

Bahkan tulisan Ajid pada 2019 dengan judul “Ramai-ramai Mengabaikan Pemilwa” menggambarkan kondisi yang tidak berbeda dengan yang terjadi 5 tahun setelah tulisan ini lahir. terdapat satu paragraf favoritku dalam tulisan Ajid yang masih relate ketika tulisan ini dibuat. “Saya merasa risih melihat perilaku peserta Pemilwa, partai politik mahasiswa. Keberadaanya hanya menjelang pemilihan, dan setelah itu hilang entah kemana, lantas muncul lagi tahun depan. Begitu seterusnya sampai kiamat kurang dua hari.” Sebuah fakta yang menohok.

“Aku ramal 100 tahun lagi, pemilwa tidak akan berbeda”

*Penulis adalah bukan KPUM, Calon Wakil Ketua DEMA apalagi keduanya
Editor Maria Al-Zahra  | Ilustrator Ahmad Fauzi